Terkait hal ini, Tokoh Adat Papua dari Kaimana, Safar M Furuada berharap otonomi khusus jilid 2 di Papua dapat berperan besar dalam pemberdayaan warga asli Papua, lebih berfokus pada pembangunan fasilitas pelayanan publik serta mengedepankan dialog seperti yang telah dilakukan dengan Aceh.
Selain itu, untuk menghapus beban sejarah masa lalu, juga diperlukan rekonsiliasi dalam kerangka penegakan hukum dan keadilan di Papua.
Menurutnya, dalam konferensi masyarakat adat Papua, yang dihadiri perwakilan dewan adat daerah dari 42 kabupaten dari 7 wilayah adat pada Oktober 2021, mereka mendesak agar pemerintah pusat melakukan jeda kemanusiaan untuk memfasilitasi kesehatan dan penyelamatan pengungsi, lebih mengutamakan dialog dan Menyusun regulasi yang melibatkan seluruh lembaga di Papua untuk menyelesaikan masalah.
“Orang Papua akan merasa menjadi bagian dengan Indonesia melalui pendekatan sosial. Bukan hanya bagaimana Papua mencintai Indonesia, tapi juga bagaimana Indonesia mencintai Papua.” tegasnya tokoh Papua yang juga menjadi sekertaris MUI di Kaimana.
Hal sama juga disampaikan oleh tokoh pemuda Papua, Gazali H. Renngiwur. Menurutnya, melihat Papua harus dengan pendekatan hati dan budaya.
Tolok ukur Papua adalah dari masyarakat adatnya Papua itu sendiri. Pemerintah RI saat ini tengah mencoba untuk mengkoneksikan seluruh Papua dengan percepatan Papua. Contohnya di Jayapura saja, situasi kotanya sama dengan kota-kota lainnya di Indonesia.
“Pembangunan di Papua harus sejajar dengan wilayah lain di Indonesia, dan otonomi khusus serta pembangunan saat ini mulai terlihat keselarasan pembangunan Papua dengan wilayah lain di Indonesia,” pungkas ketua GP Ansor Papua tersebut. (deny)