Masih jauh di bawah Singapura dengan skor 85 ( peringkat 3 dunia), Brunei Darussalam dengan skor 60, Malaysia 50 dan Timor Leste 51.
Seperti dilansir Transparency International Indonesia, IPK dengan angka 0-19 sangat korup, 20-39 cenderung korup, 40-59 rentan korup, 60 – 79 cenderung bersih, 80-100 sangat bersih.
Kekecewaan publik lainnya, tekad memberantas korupsi yang sudah tertulis tegas, kadang menjadi semu dan ragu begitu nyangkut ke “darah biru”.
Sering pula garong jutaan dengan yang menggarong ratusan miliar, bahkan trilunan uang negara, hukumannya nyaris sama. Bahkan ada koruptor miliaran yang hukumannya sama dengan maling ayam. Belum, saat dipenjara, pembobol uang negara ini kadang memanfaatkan celah membangun kamar bak istana raja. Selesai dipenjara, berleha – leha membangun kerajaan bisnisnya.
Rasa malu sepertinya sudah pudar. Yang mencuat rasa bangga dapat mengelabuhi aparat negara dengan segala “kemampuan” yang dimilikinya.
Rasa malu, seperti sering dikatakan pak Harmoko lewat ulasan “Kopi Pagi"nya, mendesak untuk dibudayakan, yang penerapannya dimulai dari pribadi hingga tingkat elite bangsa ini dalam kehidupan sehari – hari.
Malu untuk korupsi, malu menerima suap dan pungli, malu mengambil hak orang lain, malu memperdaya, mengakali dan menindas saudara sendiri.
Kuncinya, perkokoh jati diri untuk tidak mudah tergoda kemewahan duniawi.
Pitutur luhur mengingatkan "Ojo milik barang kang melok, ojo mangro mundak kendo” – Jangan mudah tergiur oleh sesuatu yang tampak bagus dan mewah, jangan pula cepat berubah pikiran karena ada sesuatu yang lebih menjanjikan.
Korupsi terjadi tak lepas karena adanya orang yang menjanjikan sesuatu kemewahan. (Azisoko *)