Tradisi Akademis

Minggu 07 Nov 2021, 07:10 WIB

Demikian halnya antara Pak SBY dan Pak Jokowi. Kajian akademis tersebut penting dan justru harus dilakukan dengan kaidah akademis, sehingga menjadi obyektif. Hal tersebut ditempatkan sebagai bagian dari pendidikan politik tentang kepemimpinan bangsa.

Dalam dunia korporasi, seorang James C. Collins dan Jerry I. Porras berkolaborasi untuk melakukan kajian tentang kultur keberhasilan perusahaan yang visioner. Dalam penelitian itu ditemukan dalil tentang bagaimana model kepemimpinan yang membangun organisasi mampu mengalahkan berbagai mitos. Dalam mitos kepemimpinan itu sering dikatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki ide dan gagasan besar, karismatik, dan memiliki perencanaan strategis yang kompleks.

Hasil temuannya ternyata sangat berbeda. Banyak perusahaan besar yang lahir dari ide sederhana. Banyak pemimpin perusahaan besar bukan sosok yang karismatik. Realitasnya, daya endurance dan kemampuan membangun organisasi ternyata lebih diperlukan. Di sini seorang pemimpin hadir sebagai seorang “builders”, pembangun organisasi, bukan sebagai seorang ahli pencerita ataupun ahli citra diri. 

Megawati Soekarnoputri misalnya. Ketika menjadi Presiden, praktis tidak mengangkat juru bicara. Megawati lebih memilih bekerja dalam kerangka tata pemerintahan guna menjadi solusi atas berbagai krisis dengan percaya pada sistem dan tatanan pemerintahan yang ada. Megawati memberikan perlindungan dan kepercayaan besar bagi para menterinya untuk bekerja, namun selalu bertanggung jawab dan melindungi para menterinya ketika dihadapkan pada berbagai persoalan.

“Saya bertanggung jawab sebagai Presiden Republik Indonesia” merupakan kata-kata yang sering diucapkan Megawati dan sekaligus memberi rasa aman bagi para menterinya untuk bekerja profesional tanpa takut di-reshuffle. Hasilnya, krisis multi dimensional berhasil diselesaikan.

Lebih dari 300.000 kredit macet dituntaskan. Bahwa keberhasilan tersebut ada yang mengritik dalam perspektif yang berbeda, itu bagian dari resiko yang harus dihadapi pemimpin. Namun faktanya, berbagai krisis berhasil diselesaikan, dan pemilu presiden pertama secara langsung bisa dijalankan secara demokratis. Itu legacy kepemimpinan Megawati. Apakah terhadap model kepemimpinan

Megawati Soekarnoputri tidak bisa dilakukan kajian secara akademis? Jawabannya pasti bisa. Sebab realitasnya, memang Megawatilah yang menyelesaikan krisis, dan menampilkan tradisi kepemimpinan yang sepi dari hingar-bingar pergantian jabatan akibat reshuffle. Apakah kepemimpinan Megawati dapat diperbandingkan dengan Presiden lainnya?

Perbandingan kepemimpinan strategis merupakan bagian dari disiplin keilmuan tentang kepemimpinan. Yang terpenting, membangun tradisi ilmiah harus menjadi bagian dari kultur kehidupan bangsa yang memiliki tekad untuk maju.

Kajian akademis juga bisa ditujukan kepada partai politik. Sebab dalam era yang liberal seperti ini terkadang muncul partai politik yang memiliki kecenderungan penggunaan kekuasaan politik, hukum, media, dan kekuatan kapital secara sendiri-sendiri atau terintegrasi untuk kepentingan politik praktis.

Kajian akademis sekaligus dapat mengungkapkan kultur kepemimpinan politik mana yang menggunakan ideologi Pancasila sebagai sumber inspirasi dan daya gerak, dan mana yang hanya mengangkat dalam dataran simbolik-retorik; bagaimana transformasi organisasi kepartaian, apakah fungsi utama partai politik dapat berjalan sistemik, atau partai hanya melegalkan cara pragmatis dengan membajak kader Partai lain.

Kesemuanya bisa dikaji secara akademis, dan dipastikan begitu banyak manfaat yang bisa diperoleh. Tolok ukur yang dipakai tentu asas kemanfaatan partai politik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tradisi akademis penting bagi masa depan. Penting bagi pendidikan politik yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi daripada mengedepankan rasa curiga, lebih baik ramai-ramai bangun tradisi akademis dalam seluruh aspek kehidupan. Merdeka!!!

Berita Terkait

Kemandirian Pangan

Senin 08 Nov 2021, 06:00 WIB
undefined

News Update