Kopi Pagi

Sadar Diri dan Sadar Lingkungan

Kamis 04 Nov 2021, 06:00 WIB

“Mengatasi kerusakan lingkungan hidup sangatlah mendesak. Perlu kebijakan lebih konkret, bukan sebatas gerakan moral berupa ajakan atau imbauan melestarikan lingkungan .” - Harmoko

DAMPAK kerusakan lingkungan hidup semakin nyata di depan mata.

Permasalahan lingkungan sering berulang dan nyaris sama, tetapi belum ada solusi jitu untuk mengatasinya sehingga kerusakan-kerusakan alam dan lingkungan masih saja terjadi.

Saya mengamati setidaknya terdapat tiga faktor penyebab kerusakan lingkungan. 

Pertama, karena bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor.

Kedua, karena ulah manusia. Cukup banyak perilaku manusia yang dapat menambah kerusakan lingkungan. 

Sebut saja penebangan liar, pembalakan hutan dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan tanpa mempedulikan kelestarian lingkungan yang hanya mengacu kepada kepentingan bisnis semata, seperti halnya penambangan liar. 

Yang paling sederhana, setiap hari kita saksikan membuang sampah di aliran sungai dan selokan yang membuat banjir dan tanah longsor.

Ketiga, kebijakan yang tidak pro-lingkungan seperti alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan industri yang sering mengabaikan tata ruang. 

Daerah resapan dibikin pabrik, danau atau situ sebagai tadah hujan, disulap menjadi perumahan.

Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN), alih fungsi lahan pertanian di tahun 1990-an mencapai sekitar 30.000 hektar per tahun. 

Naik menjadi sekitar 110.000 hektar di tahun 2011 dan 150.000 hektar di tahun 2019. 

Peralihan lahan pertanian menjadi industri, perumahan dan pembangunan jalan strategis yang tidak dibarengi dengan lahan pengganti, selain menimbulkan kerusakan lingkungan, juga menjadi ancaman ketahanan pangan nasional.

Belum lagi makin banyak Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi kritis. 

Penyebabnya cukup beragam, di antaranya limbah industri yang terkandung berbagai macam zat kimia. 

Ada juga limbah domestik  yang secara sengaja dibuang ke sungai. Juga penebangan pohon dan munculnya permukiman.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan terdapat 17.076 Daerah Aliran Sungai dengan luas 189 juta hektar. 

Dari jumlah itu, 14,3 juta hektar dalam kondisi kritis yang bisa membuat daya dukung kawasan menurun, terjadilah erosi, banjir, longsor dan kekeringan.

Kerusakan lingkungan ini berdampak sangat luar biasa. Tak hanya kerugian harta benda, juga korban jiwa. Badan Nasional Penanggulangan Bencana( BNPB) mencatat sepanjang tahun 2020 saja puluhan ribu warga rumah rusak di antaranya akibat banjir, tanah longsor, dan abrasi.

Kerusakan lingkungan apalagi yang dilatar belakangi motif ekonomi semata oleh sekelompok orang tak bertanggung jawab, dampaknya sangat luar biasa. 

Yang dirugikan bukan hanya penduduk yang sekarang, juga yang akan datang.

Perilaku semacam ini sangat bertentangan dengan nilai –nilai luhur falsafah bangsa kita, Pancasila.

Sikap tamak seperti eksplorasi sumber daya alam tanpa mempedulikan keselamatan dan kelestarian lingkungan, hendaknya tidak terjadi. 

Sebagaimana pitutur luhur Kanjeng Sunan Kalijaga,  “Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro” – Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagian dan kesejahteraan bersama serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak. 

Dapat diartikan hendaknya kita senantiasa mengusahakan dan menjaga keselamatan hidup kita sendiri, kehidupan di sekitar kita, dan lingkungan kita. 

Diharapkan makin memperindah alam sekitar agar terbangun kehidupan yang selaras dan dinamis, bukan malah merusaknya.

Ingat! Kerusakan lingkungan tak hanya merugikan generasi sekarang, tapi juga anak cucu kita kelak. 

Seperti dikatakan pak Harmoko melalui rubrik kopi paginya, “..rusaknya lingkungan alam pada suatu masa, belum tentu dapat dikembalikan seperti habitat semula, meski sudah 10 masa generasi berikutnya memperbaikinya.”

Itulah sebabnya perlu pendekatan pembangunan berwawasan lingkungan, menyeimbangkan antara kebutuhan hidup dengan kelestarian lingkungan hidup.

Mengatasi kerusakan lingkungan sangatlah mendesak. Perlu kebijakan lebih konkret yang memberi dampak positif bagi kelangsungan kehidupan masyarakat, bukan sebatas gerakan moral berupa ajakan atau imbauan melestarikan lingkungan. 

Mari kita berolah pikir dan berolah rasa bagaimana menyeimbangkan pola hidup serasi dan bersahabat dengan lingkungan alam sekitar. Ayo kita sadar diri dan sadar lingkungan! (Azisoko*)

Tags:
Kopi PagiKopi pagi Harmokokopi pagi harmoko edisi 4 november 2021kopi pagi harmoko 4 november 2021sadar diri dan sadar lingkungandampak kerusakan lingkungan hidupkerusakan-kerusakan alam dan lingkungantiga faktor penyebab kerusakan lingkunganpenyebab kerusakan lingkunganbencana alam gunung meletusbencana alam gempa bumibencana alam tsunamibencana alam banjirbencana alam tanah longsorPenambangan liar

Administrator

Reporter

Administrator

Editor