Oleh Sumiyati, Wartawan Poskota
MARAKNYA kendaraan bermotor khususnya mobil terkait penggunaan pelat nomor palsu kedinasan lembaga pemerintahan hanya untuk mendapatkan privilege atau hak istimewa di sejumlah ruas jalan di Jakarta, dikritisi semua lapisan masyarakat.
Terbaru, kasus pelat palsu yang tak sesuai dengan manifest di STNK mobil yakni kasus mobil Toyota Alphard milik selebgram Rachel Venya yang belakangan heboh lantaran kasus pelanggaran prokes dan karantina di Wisma Atlet Pademangan, Jakarta Utara. Ini menguak sisi lain perihal mudahnya masyarakat mendapatkan hak istimewa tersebut.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mengenakan sanksi tilang dan menyita mobil Toyota Alphard G milik selebgram Rachel Vennya dengan nopol B 139 RFS. Mobil itu tidak sesuai dengan keterangan di STNK yang menyebut mobil tersebut berwarna putih, padahal kenyataannya mobil tersebut telah diubah menjadi warna hitam.
Polisi menyebut kode ‘RFS’ yang dimiliki Rachel Vennya bukan nopol khusus atau milik pejabat pemerintah. Padahal kode tersebut banyak dimiliki oleh pejabat pemerintah dan anggota DPR.
Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo menjelaskan perihal plat mobil RFS itu jika STNK khusus atau rahasia itu adalah yang 4 angka kepalanya satu. Hal tersebut digunakan untuk pejabat sipil yang mempunyai tugas khusus atau kerahasiaan.
Peraturan itu tercantum pada Perkap (Peraturan Kapolri) No 3 Tahun 2012 tentang Penerbitan Rekomendasi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) Khusus dan Rahasia bagi Kendaraan Bermotor Dinas.
Menurut aturan itu, STNK khusus adalah yang terdiri dari empat angka. Selain itu, angka awal di pelat nomor tersebut ditulis dengan angka satu.
Polisi menduga alasan Rachel Vennya menggunakan pelat dengan akhiran RFS untuk mendapat kemudahan saat berada di jalan, padahal Rachel telah melanggar Pasal 288 ayat 1 UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal tersebut berbunyi “Setiap pengendara yang tidak dilengkapi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500 ribu.”
Mau, ngak mau, suka nggak suka, selain kendaraan ambulance, masyarakat pengendara lain dan kendaraan umum juga harus mengalah jika ada iringan rombongan yang menggunakan pelat nomor istimewa itu melintas di hadapan kita atau di samping kita.
Pertanyaannya, jika hal itu memang benar pejabat lembaga negara atau pemerintahan yang kebutuhannya mesti didahulukan guna kepentingan masyarakat umum, namun bila hal tersebut dimanfaatkan oleh sejumlah oknum, dimana rasa keadilan tersebut?
Faktanya, pengendara mobil lain atau masyarakat umum juga punya hak yang sama di jalanan, karena mereka juga dibebankan dengan pajak kendaraan mobil yang setiap tahunya jumlahnya kian membengkak.
Tak hanya itu, pemilik mobil yang lebih dari satu juga akan dikenakan pajak progresif dan tentunya uang pajak tersebut masuk ke kas negara yang salah satu peruntukannya untuk pembangunan jalan.
Kita berharap pihak kepolisian bersikap adil menertibkan kembali pelat-pelat mobil nomor istimewa dan penggunaan strobo sesuai dengan kedinasan dan kesatuannya, agar masyarakat pengguna jalan raya mendapatkan kenyamanan dan keadilan dalam berlalu lintas. (*)