“Mengatasi kerusakan lingkungan hidup sangatlah mendesak. Perlu kebijakan lebih konkret, bukan sebatas gerakan moral berupa ajakan atau imbauan melestarikan lingkungan .” - Harmoko
DAMPAK kerusakan lingkungan hidup semakin nyata di depan mata.
Permasalahan lingkungan sering berulang dan nyaris sama, tetapi belum ada solusi jitu untuk mengatasinya sehingga kerusakan-kerusakan alam dan lingkungan masih saja terjadi.
Saya mengamati setidaknya terdapat tiga faktor penyebab kerusakan lingkungan.
Pertama, karena bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor.
Kedua, karena ulah manusia. Cukup banyak perilaku manusia yang dapat menambah kerusakan lingkungan.
Sebut saja penebangan liar, pembalakan hutan dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan tanpa mempedulikan kelestarian lingkungan yang hanya mengacu kepada kepentingan bisnis semata, seperti halnya penambangan liar.
Yang paling sederhana, setiap hari kita saksikan membuang sampah di aliran sungai dan selokan yang membuat banjir dan tanah longsor.
Ketiga, kebijakan yang tidak pro-lingkungan seperti alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan industri yang sering mengabaikan tata ruang.
Daerah resapan dibikin pabrik, danau atau situ sebagai tadah hujan, disulap menjadi perumahan.
Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN), alih fungsi lahan pertanian di tahun 1990-an mencapai sekitar 30.000 hektar per tahun.
Naik menjadi sekitar 110.000 hektar di tahun 2011 dan 150.000 hektar di tahun 2019.