TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Mediana (18) dan Tiara Sari (19) dua orang pegawai toko Cahaya Baru, di Jalan Ganesa Raya, Pondok Benda, Pamulang, Kota Tangerang Selatan diduga menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh dua orang majikannya.
Mereka sempat diisukan mengalami penyekapan di swalayan tersebut.
Informasi yang dihimpun Poskota, puluhan orang yang berasal dari Kota Tangerang dan Kota Tangsel melakukan penggerebekan di ruko yang disinyalir menjadi lokasi penyekapan tersebut.
ADR, kakak dari salah satu korban membenarkan ihwal adanya penggerebekan tersebut.
Katanya beberapa orang yang melakukan penggerebekan ini berdasarkan informasi yang diterima pihak keluarga.
"Kami geruduk tempat itu karena keluarga kami disekap, tidak dikasih pulang dan dianiaya," ujarnya saat dihubungi Poskota, Jumat (22/10/2021).
Kata ADR, sang adik tidak diperbolehkan memegang handphone saat bekerja.
Bahkan sang adik mengeluhkan sempat mendapat tindakan kekerasan yang dilakukan pemilik swalayan yang dikenal sebagai Koko.
"Karena kami khawatir, makanya kami bergegas pagi dini hari tadi. Bahkan adik saya sering dikasarin selama kerja," ujarnya.
Kata dia saat penggerebekan berlangsung pihaknya juga mengajak jajaran Polsek Pamulang untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
"Kami awalnya tidak dibukain. Tapi karena polisi memakai toa dan meminta pemikik untuk membukakan makanya dibukakan," jelas dia.
Dia menambahkan pemilik sempat berkilah saat ditanya ihwal perlakuan keras yang dilakukan terhadap korban, namun dihadapan petugas korban menyampaikan hal sebaliknya.
"Dia tetap menyangkal. Tapi tetap persoalan ini sudah tidak wajar dan harus dibawa ke ranah hukum, apalagi dengan gaji yang minim adik saya bekerja lebih dari 12 jam," jelas dia.
"Hari Senin kami akan melaporkan kejadian ini ke Mapolres Kota Tangerang Selatan agar kedepannya tidak ada kejadian serupa," tukasnya.
Sementara itu Tiara Sari salah seorang korban membenarkan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemilik swalayan tersebut.
"Saya sering di cubit, ditampar bahkan kadang dipukul pakai rokok satu slop," ujarnya.
Bukan hanya dilakukan kekerasan, bahkan korban juga diminta sejumlah uang untuk dapat bekerja disitu.
"Ia kita barengan diminta, saya Rp700 ribu dan teman saya Rp1 juta. Kita yang bawa pak Budi," terangnya.
Menurut dia dalam satu bulan dirinya selalu mendapat potongan upah.
Apalagi kerja yang dia lakukan dianggap salah oleh sang majikan.
"Kalau saya dianggap salah saya dihukum, disuruh ngepel, disuruh cuci piring bahkan kadang disuruh beli teh kotak satu dus, tapi tehnya ga boleh saya minum," terangnya.
Dia mengaku dalam swalayan ini sempat ada 6 orang pegawai.
Namun dua diantaranya sudah lebih dahulu mengundurkan diri.
"Ada enam. Dua keluar dan kami berdua keluar jadi sisa dua. Mereka kebanyakan tidak betah kerja disitu," jelas dia.
Dia menambahkan selain menyetor sejumlah uang saat hendak bekerja disini dirinya juga harus menyerahkan ijazah dan KTP asli untuk jaminan.
"Ia disita. Kerja juga kadang sampe jam 3 pagi, padahal jam 7 kami sudah kerja lagi," tukasnya.
Sementara itu salah seorang korban lainnya Mediana mengakui tentang adanya kekerasan tersebut.
"Saya pernah majang barang bareng Cece. Terus saya salah pipi saya dicubit sama dia sampe merah, saya beresin buku buku terus saya salah tangan saya dipukul sampe kemerahan," tukasnya.
Sementara itu sampai saat ini swalayan tersebut masih buka dan tetap beroperasi.
Bahkan pengunjung juga terlihat ramai.
Salah seorang warga sekitar mengatakan jika dirinya tidak mengetahui adanya penyekapan ini.
Namun demikian pemilik swalayan dikenal sosok yang tegas dan terkadang kerap marah.
"Kalau kasar atau intimidasi saya engga pernah lihat. Tapi yang saya tahu dia emang orangnya tegas," singkat dia.
Saat di konfirmasi Kanit Reskrim Polsek Pamulang, Iptu Iskandar mengatakan kedua karyawan menang kerja dan tinggal di tempat tersebut.
"Sudah empat bukan karena engga betah akhirnya memutuskan untuk berhenti," ujarnya.
Tonton juga video "Menteti BUMN Erick Tohir Sambangi Korban Kebakaran di Baduy". (youtube/poskota tv)
Iptu Iskandar menambahkan, karena sejak awal kedua pihak sepakat, jika hendak berhenti harus menunggu pengganti maka pemilik toko belum mengijinkan.
"Pekerja itu kemudian menghubungi keluarga dan keluarga ke TKP. Karena sudah malam tidak dibukakan pintu, akhirnya lapor ke Polsek, oleh anggota Polsek dijemput, dan terjadi mediasi dan musyawarah di Polsek," kata dia.
Dari hasil musyawarah tersebut kedua karyawan sepakat untuk berhenti.
"Dua duanya juga sudah diberikan haknya," tutup Iptu Iskandar. (Muhammad Iqbal)