Oleh Tatang Suherman, Wartawan Poskota
TAHUN 2003, Menko Polhukam Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan maju untuk bersaing dengan Megawati dalam pemilihan presiden 2004.
Lantaran ini pula suasana politik pun mulai panas. Megawati kecewa karena SBY seharusnya mundur dari jabatan Menkopolkam.
Di tengah memanasnya situasi, Sekretaris Menkopolkam Sudi Silalahi mengungkapkan keluhan SBY yang tak diajak rapat kabinet dan merasa dikucilkan dari pihak istana.
Suami Megawati, Taufiq Kiemas, kemudian angkat suara. Dia menyebut SBY sebagai ‘anak kecil’ karena dianggap tak berani bicara langsung dengan Megawati ketika tidak diajak rapat kabinet.
SBY justru berkoar di media massa.
Pernyataan Taufiq itu memunculkan simpati banyak orang kepada SBY sebagai pihak yang ‘terzalimi’.
Nama SBY terus meroket hingga bersama Jusuf Kalla memenangkan pemilu, mengalahkan Megawati yang juga maju sebagai capres petahana bersama Hasyim Muzadi.
Perlakuan sama dialami Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, saat ini. Bedanya Anies dibully habis-habisan oleh para buzzer baik yang bayaran maupun sukarela.
Di luar itu ada pula warga Jakarta yang memang sudah antipati pada sosok Anies.
Terakhir, apa pun namanya, Anies “dikerjain” habis-habisan oleh pentolan partai baru dengan berbagai tuduhan.
Mulai dari Anies terlibat korupsi, Anies memboroskan anggaran karena memaksakan diri menyelanggarakan Formula E.
Sejauh ini, Anies tidak bereaksi. Dia hanya tersenyum.
Kecuali pendukungnya yang mulai gerah, memberi komentar balik di media sosial.
Pertanyannya apakah bullyan pada Anies akan sama dengan SBY, di mana Anies pun akan mendapat simpati dari berbagai kalangan.
Bisa jadi iya, bisa juga nggak.
Sejumlah pengamat menilai bullyan pada Anies akan menguntungkan bagi gubernur DKI ini.
Faktanya simpati mulai mengalir tidak hanya dari Jakarta melainkan dari berbagai daerah.
Beberapa pengamat menilai Anies sebagai kepala daerah paling potensial untuk menjadi Presiden Republik Indonesia pasca Jokowi.
Salah satu pengamat politik yang menyampaikan bahwa bullyan pada Anies akan menaikan populeritasnya adalah pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin.
Menurut dia, kalau diukur dari peluang, potensi Anies sangat besar.
Semakin di hajar, semakin dia di-bully, maka akan semakin populer.
Jika kita perhatikan sejumlah hasil survei pun, elektabilitas maupun populeritas Anies selalu di 5 besar.
Bahkan ada survei yang menempatkan mantan menteri pendidikan di era Jokowi ini diurutan pertama surveinya.
Terlepas dari berbagai pendapat para pengamat dan hasil survei, tahun 2024 masih tiga tahun lagi.
Berbagai gelombang politik bakal terjadi sehingga berbagai kemungkinan pun bisa terjadi pula.
Termasuk nasib Anies apakah bisa menjadi RI 1 pada pemilihan presiden tahun 2024, belum tentu juga.
Yang pasti siapapun presiden mendatang adalah orang terpilih dari 270 penduduk Indonesia.
Utamanya adalah presiden yang memiliki komitmen besar pada kemajuan Indonesia baik lahir maupun batin.