KS Gagal
Fernando melihat bahwa persoalan impor baja ini adalah bentuk kegagalan Krakatau Steel yang tidak mampu menyediakan bahan baku baja di dalam negeri, walaupun investasi yang ditanam di BUMN ini sudah triliunan rupiah.
Menurut Fernando proyek mangkrak PT. Meratus Jaya Iron and Steel, anak perusahaan KS yang ada di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan yang sudah menyerap dana negara 2 triliunan lebih dari target 3,9 Triliun seharusnya bisa menutup defisit impor baja nasional.
Jika terealisasi pabrik tersebut dapat menghasilkan slab, billet, dan bloom dari pengolahan biji besi. Saat ini impor slab, billet, dan bloom nasional mencapai 3 juta ton yang diimpor oleh KS dan Anggota ISIA lainnya dengan nilai miliaran dollar per tahunnya.
Slab, billet, dan bloom merupakan bahan baku utama industri baja dan semuanya belum dapat diproduksi di dalam negeri.
“Hal ini merupakan bentuk kegagalan KS yang dipimpin Silmy Karim. Negara mengandalkan BUMN ini tetapi tidak dapat terwujud”, pungkas Fernando.
Lebih jauh, KS juga tidak mampu menghasilkan produk-produk baja engineering steel yang dibutuhkan sebagai bahan baku produk-produk bernilai tambah tinggi seperti otomotif, permesinan, pertahanan, penerbangan, pengeboran minyak dan peralatan-peralatan khusus.
Industri-industri tersebut tidak akan berkembang secara maksimal selama bahan baku bajanya tidak dapat dipasok dari dalam negeri. Alih-alih berusaha untuk melakukan diversifikasi produk, KS justru melakukan ekspansi ke sektor konstruksi yang merupakan sektor hilir.
Hal ini dikhawatirkan akan menciptakan iklim usaha yang tidak sehat pada sektor hilir, mengingat saat ini sektor tersebut banyak diisi oleh industri berskala kecil-menengah (IKM).
Selain itu, KS juga telah menikmati uang negara yang besar termasuk perlindungan BMAD. Oleh karena itu, kinerja KS perlu dievaluasi lebih mendalam, mulai dari kebijakan perusahaan hingga operasionalnya. Saran saya, sudah saatnya KS memperoleh pimpinan baru yang mampu berpikir secara strategis dan visioner”, imbuh Fernando.
Senada dengan Fernando, Direktur Eksekutif RODA institute Ahmad Rijal Ilyas, melihat tata niaga baja yang dilakukan pemerintah sebetulnya sudah cukup bagus dan mempertimbangkan supply-demand baja dalam bentuk Hot Rolled Coil (HRC), Cold Rolled Coil (CRC), Coated Steel/Baja Lapis dan turunan baja lainnya dengan memperhatikan kebutuhan baja nasional.
Jika KS mampu memasok kebutuhan produk-produk tersebut secara keseluruhan diyakini impor nasional akan berkurang baik dari sisi volume maupun jenis produk baja yang bermacam-macam untuk kebutuhan industri.