OLEH GURUH NARA PERSADA, WARTAWAN POSKOTA
BEBERAPA waktu belakangan, saya dan mungkin banyak orang dari warga negara ini dibuat iri dengan warga negara lainnya. Khususnya Eropa.
Bagaimana tidak, di tengah keterbatasan akibat pandemi Covid-19 yang masih kita alami, mereka (red-warga Eropa) tampak telah bebas dari belenggu virus mematikan tersebut.
Hal itu dapat terlihat dari berbaga ievent olah raga yang mereka gelar.
Mulai dari Piala Eropa yang berlangsung Juni dan Juli lalu hingga telah bergulirnya ligaliga sepak bola di benua biru itu.
Ribuan penonton dengan suka cita menyaksikan serunya laga langsung di stadion.
Seakan virus Covid-19 telah tiada. Namun untuk tulisan kali ini, saya tidak menyoroti hal tersebut.
Saya lebih melihat semangat optimisme dan percaya diri pemerintah di negaranegara itu keluar dari pandemi dengan pagelaran event yang telah terjadwal sejak jauh hari.
Tentunya diikuti dengan berbagai upaya penanganan terhadap pengendalian virus asal China ini.
Di Jakarta, event besar bertarafinternasional dengan berlabel Formula E yang sejak jauh hari telah direncanakandan tertunda akibat pandemi akan digelar pada tahun depan.
Namun sayangnya jangankan hanya untuk memotivasi untuk keluar dari pandemi namun belum apa-apa sudah menjadi kontroversi.
Berbeda sudut pandang akan hajatan ini terjadi di antara politisi ibukota. Baik DPRDDKI maupun Gubernur DKI.
Interpelasi pun digulirkan para koalisi politi diKebun Sirih kepada orang nomor satu di DKI. Gubernur DKI, Anies Baswedan pun membela diri.
Ia tetap yakin penyelenggaraan Formula E dapat menggerakkan ekonomi Jakarta khususnya dan Indonesia umumnya.
Saking yakinnya Anies pun mengeluarkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 49 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Isu Prioritas Daerah Tahun 2021-2022 untuk menyelenggarakan ajang balap mobil listrik kursi tunggal ini menjadi program prioritas.
Namun alasan yang disampaikan Anies tampaknya tak cukup kuat untuk meyakinkan beberapa legislator daerah yang dipimpin Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi.
Politisi PDI Perjuangan ini tak mau kalah menyatakan alasan penolakannya.
Meski diakui Prasetyo penolakan itu yang disampaikan bersifat pribadi bukan lembaga, ia meminta Anies mengkaji ulang rencana pagelaran balapan tersebut.
Pras, sapaan karibnya, mengatakan prioritas anggaran DKI Jakarta telah diarahkan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Di sisi lain, pendapatan asli daerah atau PAD belum terealisasi optimal. Dari kaca mata penulis kedua alasan petinggi di Jakarta ini memang tidak ada salahnya.
Di satu sisi berkaca dari perhelatan yang digelar di negara lainnya, mungkin kita sama-sama meyakinkan bahwa adanya event besar setelah pandemi Covid-19 terkendali dapat menjadi stimulus perbaikan ekonomi dan meyakinkan dunia bahwa Jakarta yang merupakan berandanya Indonesia telah mampu keluar dari lingkaran wabah mematikan ini.
Sedangkan di sisi lain, tentu saja keuangan yang dimiliki Jakarta bahkan Indonesia tidaklah bisa dibandingkan dengan negara-negara yang telah berstatus negara tajir.
Sehingga wajar bila dianggap anggaran yang dikeluarkan untuk ajang Formula E dinilai lebih bermafaat dialokasikan untuk kebutuhan warga yang lebih penting setelah kehidupannya megap-megap digerogoti virus Corona.
Namun perlu diingat bahwa tahun 2022 menjadi tahun politik bagi Jakarta. Di mana di tahun itu menjadi tahun Anies mengakhiri masa jabatannya.
Tidaklah salah bila Anies ingin memberikan sebuah kenangan manis bagi kota yang dipimpinnya selama 5 tahun terakhir apapun alasannya.
Setidaknya bisa menjadi modal karir politiknya ke depan. Tapi tentu saja kemanisan itu pasti akan terasa pahit bagi lawan politiknya.
Terlebih Anies ramai digadang menjadi salah satu kandidat potensial dalam pemilihan presiden yang akan berlangsung selang 2 tahun kemudian.
Terlepas dari semua itu,saya yang juga bagian dari warga semata hanya berharap bahwa politik tidak masuk ke dalam ranah olah raga yang selalu mengedepankan prinsip fair play.
Termasuk Formula E yang rencananya akan dihelat di Jakarta. Semoga!