Opini

Doktor : "Ngodok yang Kotor-kotor"

Minggu 05 Sep 2021, 07:00 WIB

SELASA siang sekitar jam 13.00 WIB, 31 Agustus 2021,  saya dan beberapa teman menyusuri Ciledug Raya (perbatasan Tangerang - Jakarta) kemudian masuk tol menuju PIK 2 (Pantai Indah Kapuk 2). Di tempat wisata baru itu kita (kelompok Pluit Bermasker 9) makan siang di rumah makan Minahasa, “Rarampa” sambil menikmati pantai.

Ketika memasuki jalan raya tol di Jalan Ciledug Raya, Jakarta Selatan, turun hujan deras sekali, beberapa titik tergenang air seperti biasanya bila hujan turun. Hujan deras itu menghalangi pemandang kami yang berada di mobil.

Tapi ada obyek pemandangan yang tak terhalangi oleh hujan deras, yakni beberapa baliho dan spanduk dengan muatan foto besar beberapa tokoh (?) negeri ini. Di depan nama-nama para tokoh ini tercantum gelar “DR” atau doktor. Ini cukup menarik untuk disimak.

Karena soal ramainya tokoh atau memburu gelar “doktor” menjadi bahasan masyarakat, termasuk media cetak dan sosial. Sebuah majalah menyebut saat ini sedang terjadi inflasi gelar doktor.

Ilustrasi Tepi Pluit. (ucha)

Mencermati situasi ini saya jadi ingat tulisan Amarhum Pak Harmoko di Pos Kota, Kamis 5 Desember 2013. Membaca artikel-artikel Pak Harmoko antara 2014 - 2019 yang penauh kritik terhadap situasi sosial politik dan ekonomi saat itu serasa membaca keadaan saat ini.

Di bawah judul “Gelar Gila” tahun 2013, Pak Harmoko, antara lain membahas gelar “doktor” yang banyak diminati para tokoh dan pejabat saat itu.

Pak Harmoko membuka artikelnya dengan mengatakan seperti berikut. “Di era demokrasi dan keterbukaan, masyarakat semakin kritis. Meskipun seseorang memiliki gelar beberapa huruf berjejer dan ditulis besar-besar, tapi polapikirnya kampungan, kolot, jumud, kekanak-kanakan, serba ngawur......ini tentu akan dikritisi masyarakat.”

“Konyolnya, gelar-gelar gelar-gelar semacam ini banyak diminati pejabat, politisi, tokoh masyarakat, paranormal ....Siapa pun dia yang masih suka gila gelar akademik, bisa dibilang  tidak tahu diri....,” ujar Pak Harmoko tahun 2013.

Pak Harmoko juga mengatakan, masyarakat banyak memplesetkan gelar-gelar akademik itu dengan selerasnya, antara lain ST (sarjana teknik) jadi “sarjana tulalit”, MBA (Master Bussiness Administration) menjadi “makin bego aja”.

Lalu saya jadi ingat salah seorang anggota kelompok lawak nasional tahun 1980-an yang mempopulerkan gelar doktor yang diplesetkan jadi “ngodok yang kotor-kotor” (berkubang di alam kotor). Hehehe ini becandaan pelawak lho. Jangan marah. (Ciamik)

Tags:
tepi-pluitdoktorharmoko

Administrator

Reporter

Guruh Nara Persada

Editor