Dampak Konflik di Afghanistan, Partai Gelora Ingatkan Semua Pihak Tak Biarkan Kekuatan Asing Jadikan Indonesia Sebagai Medan Tempur Baru

Kamis 02 Sep 2021, 17:25 WIB
Anis Matta dalam diskusi Gelora Talks bertajuk 'Tantangan Taliban, Mampukah Membentuk Pemerintahan yang Efektif? di Jakarta. (adji)

Anis Matta dalam diskusi Gelora Talks bertajuk 'Tantangan Taliban, Mampukah Membentuk Pemerintahan yang Efektif? di Jakarta. (adji)

Jangan sampai persahabatan Indonesia dengan negara tetangga rusak karena dianggap berlebihan dalam mengambil sikap.

Indonesia harus melihat dulu apa keuntungan dan kepentingan bersama yang bisa diperoleh.  

Sebab banyak negara yang memiliki kepentingan terkait Afghanistan, dari India, Pakistan, Tajikistan, Turki, Iran, Arab Saudi, hingga China, AS dan Eropa.

"Kalau mau hubungan, harus lihat apa kepentingan kita di sana, apa keuntungan di sana. Jangan sampai kita masuk, malah merusak hubungan kita dengan yang ada di sana," kata Soleman B Ponto.

Sementara itu Wawan H Purwanto, Deputi-VII Bidang Komunikasi dan Informasi yang juga juru bicara BIN, mengatakan, Indonesia berkepentingan Afghanistan yang damai, sehingga terjalin hubungan dan stabilitas.

Taliban saat ini, menurut Wawan, membutuhkan pengakuan internasional untuk mewujudkan janji-janjinya seperti tercantum dalam perjanjian Doha, Qatar dengan AS beberapa waktu lalu.

Dengan mendapatkan kepercayaan dunia internasional, maka Taliban bisa memulai penataan Afghanistan.

Tanpa hal itu, Taliban tinggal menunggu waktu akan jatuh, dan Afghanistan terlibat perang saudara. 

"Beri kesempatan Taliban untuk bisa menujukkan upaya-upayanya , meskipun dia tidak sepenuhnya bisa  menguasai milisi-milisi yang ada. Dalam masa transisi, tidak mudah mengatasi kerusakan dalam waktu sekejap. Tapi day per day, minggu per minggu, kita tetap coba bantu dengan upaya diplomasi. Mudah-mudahan dengan kerjasama internasional, stabilitas akan tercipta di Afghanistan," kata Wawan H Purwanto.

Sementara itu Pengamat Terorisme Haris Abu Ulya  dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Haris Abu Ulya, menganilisis bahwa ideologi Taliban tak se-ekstrem Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). (adji)

Berita Terkait
News Update