Dari hasil pengaduan anggota buru terhadapnya ia menilai banyaknya pelecehan seksual terhadap pimpinannya yakni pemimpin perusahaan dari Warga Negara Asing (WNA).
“Banyak kami ada disini ada pelecehan Warga Negara Asing selama ini dilakukan itu kita budaya malu itu aib (jika) dilaporkan belum siap mentalitas. Rekan-rekan pekerja mendapatkan pelecehan sepihak psikologis diri orang tersebut perlu waktu memberikan pendampingan pada saat ini akan kita laporkan. Dengan semoga RUU PKS Disahkan maka diharapkan ada Undang-Undang baru dan supay ada acuan Undang-undangnya selama ini kan belum ada,” papar Ary.
Dari Hasil Riset tentang kekerasan seksual di Pabrik Garmen, Studi yang dilakukan oleh Perempuan Mahardhika pada tahun 2017 yang berjudul “Pelecehan Seksual dan Pengabaian Hak Maternitas Pada Buruh Garmen: Studi Buruh Garmen Perempuan di KBN Cakung Tahun 2017”.
Hasil studi ini mengambarkan bahwa 437 responden atau 56,5 persen dari 773 buruh perempuan yang bekerja di 38 perusahaan garmen pernah mengalami pelecehan seksual di pabrik garmen.
Salah satu survey dihimpun APBGATI tentang pelecehan terhadap pekerja perempuan di tempat kerja diantaranya Endang Rohani pada tahun 2010-2011.
Temuan: lebih dari 70 persen pekerja garmen mengakui bahwa mereka pernah mengalami pelecehan seksual.
Angka ini lebih tinggi daripada sektor otomatif (45 persen) dan perhotelan (23 persen).
Tipe pelecehan yang dialami pekerja garmen antara lain: teriakan (60 persen), tatapan(23 persen), teguran (50 persen), kata-kata kasar (22 persen), instruksi kasar (24 persen).
Sebagian besar pelaku merupakan supervisor (83 persen), dan teman sekerja (7 persen). (adji)