ADVERTISEMENT
Selasa, 31 Agustus 2021 09:52 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Praktik jual-beli jabatan dalam kasus OTT Bupati Probolinggo dan suaminya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) senin dini hari lalu menunjukkan bahwa konspirasi kejahatan tidak kenal waktu dan situasi.
"Termasuk alasan kondisi bencana nasional bangsa, diperparah lagi keterlibatan keluarga orang terdekat (suami istri) sehingga tidak lagi bisa jadi benteng pertahanan. Malah suami ikut menikmati dalam pasar jual beli jabatan dengan tarif tertentu," kata Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra, Selasa (31/8/2021).
Bahkan, bebernya, sebagai pelaku utama penerima suap serta sekaligus menunjukkan fungsi atasan semakin tidak jelas, menunjukkan sistem praktik birokrasi yang buruk.
Azmi mencatat, dalam setahun kasus jual beli jabatan ini dapat mencapai puluhan bahkan ratusan triliyun nilainya. Jadi, perkara jual beli jabatan ini kasus kelas kakap, uang yang besar nilainya ini jadi candu yang buat ketagihan bagi pejabat yang punya kewenangan.
"Mereka pejabat ini melakukan hal yang bertentangan dengan tujuan diberikan kewenangan tersebut. Melalaikan tugas dan kewajiban. Hukuman bagi pejabat yang jual beli jabatan ini semestinya terapkan hukuman maksimal dan rampas semua harta yang diperoleh dari penyalahgunaan jabatannya," tegasnya.
Azmi mengatakan, jual beli jabatan ini disebabkan kewenangan pejabat yang disalahgunakan, upaya mengejar dan mempertahankan kekuasaan dan memuaskan kekuasaan pribadi dengan jalan pintas. Ini sikap pejabat yang masih menerapkan tradisi birokrasi yang tidak adaptif dengan perubahan kekinian.
"Jabatan yang dibeli dengan uang hanya akan menambah diri merasa bersalah dan cendrung dalam aktifitas jabatannya berkhianat terhadap sumpah jabatan," tutup dosen faklutas hukum Trisakti ini. (rizal)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT