TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Untuk dapat bertahan pada masa pandemi tidaklah mudah. Namun hal tersebut tidak dapat hanya dikeluhkan saja, masyarakat harus tetap bisa bertahan dalam kondisi apapun.
Dampak pandemi Covid-19 sangat dirasakan seluruh masyarakat di Kota Tangerang, Banten. Tidak sedikit masyarakat yang kehilangan pekerjaan hingga penurunan pendapatan, hal tersebut yang memicu warga Kelurahan Gebang Raya, Kecamatan Periuk, untuk berbudidaya ikan.
Berjalan selama 1 tahun, warga yang tergabung dalam Paguyuban Kelompok Kampung Wisata Keramba (KWK) 22, sukses mengembangkan budidaya ikan menggunakan konsep keramba apung di danau yang berada di kawasan perumahan Garden City, di RT 02 RW 22.
Konsep tersebut menjadi salah satu pilihan, bukan tanpa alasan, sebab kawasan itu merupakan salah satu titik langganan banjir di kota ini.
"Awal pandemi itu kita semua merasakan dampaknya termasuk bekerja di rumah atau Work From Home (WFH), lalu kita berpikir untuk membuat sesuatu agar berdampak pada lingkungan," ujar Iwan Sanjaya, Ketua Paguyuban KWK 22, Jumat (27/6/2021).
Iwan menuturkan, pertama kali gagasan ini muncul saat ia bersama beberapa warga mencoba budidaya pembesaran ikan di 4 keramba. Ia tidak menyangka, percobaan budidaya ikan tersebut berhasil dan dapat memanen sejumlah kilogram ikan.
"Dari situ warga lainnya ikut dan kami bahu-membahu mengembangkannya, seiring berjalannya waktu sekarang sudah 184 keramba apung yang sudah dibuat," katanya.
184 kerambah apung itu, lanjutnya, berisi 4 jenis ikan air tawar yang diantaranya berupa ikan lele, ikan gurame, ikan nila dan ikan patin. Kata Iwan, genap setahun berjalan mereka sudah melakukan 3 sampai 5 kali panen. Hasil panen mereka menghasilkan 5 ton ikan dari berbagai jenis.
"Ikan yang sudah dipanen itu kami jual ke tengkulak, dan keuntungannya kami berikan ke warga yang berpartisipasi. Dari keuntungan itu warga dapat mempertahankan perekonomian keluarganya di tengah pandemi Covid-19 ini," jelasnya.
Menurut Iwan, budidaya ikan tersebut memiliki risiko yang cukup besar, selain dari hewan pemangsa tetapi juga dari banjir yang selalu datang setiap tahunnya. Tentunya, sejumlah besar keramba apung dapat bertahan dan beberapa lainnya tidak dapat bertahan.
"Risikonya juga cukup besar, dan tidak semua ikan di sini yang mencapai ribuan ekor dapat hidup hingga panen mendatang," ucapnya.
Iwan mengaku, pembangunan keramba apung tersebut memakan dana sebesar Rp564 juta, dana itu didapatkan dari swadaya masyarakat.
Dana itu tidak didapatkan secara langsung, namun bertahap sesuai dengan perkembangan pembangunan keramba apung hingga berjumlah 184.
"Kami juga berharap, kawasan yang terkenal sebagai langganan banjir ini perlahan berubah menjadi kawasan wisata. Rencana kedepan kami akan membangun wisata air, kami juga berharap pemerintah melirik kami untuk mendukung dan mungkin memberikan dana bantuan untuk pengembangan lebih lanjut," ujarnya.
Sementara itu, Andri (40), salah satu warga setempat mengaku, terbantu dengan adanya budidaya ikan tersebut, terlebih di situasi pandemi seperti ini.
"Keuntungan kita sekitar Rp8 ribu perkilo dan sekali panen 3 sampai 4 kuintal, memang tidak setiap bulan panen tapi cukup lumayan," pungkasnya. (kontributor tangerang/muhammad iqbal)