GANJAR Pranowo mendapat teguran keras dari internal PDIP, yakni dari Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pemenangan Pemilu sekaligus Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryanto.
Itu terlihat terkait tidak diundangnya Gubernur Ganjar Pranowo, yang juga kader PDIP, saat pengarahan kader untuk penguatan soliditas partai menuju Pemilu 2024, yang dihadiri langsung oleh Ketua DPP PDIP Puan Maharani, di Semarang, Minggu (23/05/2021).
Puan sendiri dalam sambutannya seperti langsung menuding Ganjar Pranowo soal kemajon itu, dan juga menyindir-nyindir soal aktivitas di dunia medsos.
Seperti dikutip media, secara terang-terangan, dia membeberkan sosok pemimpin ideal yang bakal dijagokan partainya untuk maju sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024.
Menurutnya, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dilihat oleh teman-teman seperjuangan dan turut bersama dengan para pendukungnya di lapangan.
Pemimpin menurutnya adalah pemimpin yang memang ada di lapangan dan bukan di medsos. Puan mengatakan media sosial (medsos) memang diperlukan, tapi perjuangan tidak hanya berhenti di sana saja.
Medsos diperlukan, media perlu. Tapi bukan itu saja. Harus nyata kerja di lapangan. "Kita diem-diem saja kaya ndak siap. Kita siap! Hanya, kita itu partai yang tegak lurus pada aturan,” kata Puan Maharani.
Penjelaan ini secara eksplisit menggambarkan, Puan juga siap untuk maju 'nyapres'. Maka, kalau Ganjar beraktivitas di medsos dalam rangka nyapres, maka ada indikasi ada persaingan untuk calon presiden (capres) 2024 dari PDIP.
Itu hal pertama. Yang hal kedua adalah soal pempin di lapangan, kalau itu ditujukan kepada Ganjar Pranowo, rasanya agak aneh.
Sebab selaku Gubernur Jateng, Ganjar juga termasuk ahli blusukan ke desa-desa, warung-warung kopi di kampung, naik turun gunung desa-desa di pelosok.
Bisa juga dilihat bagaimana Ganjar asyik blusukan dengan Mas Gibran di warung maka soto, berlanjut ke Pasar Notoharjo, yang khusus menjual onderdil otomotif dan barang klithikan.
Ini menunjukkan khas orang lapangan, apalagi dia bisa bicara dengan tanpa jarak dalam Bahasa Jawa. Hal seperti belum tentu bisa dilakukan oleh Bambang Pacul ataupun Mbak Puan.
Barang kali kalau soal lapangan yang kurang dari Ganjar adalah soal kiprahnya bersama partainya. Tentu itu terjadi, karean memang jangkauan Ganjar pastinya agak terbatas karena dua sebagai pejabat yang harus mengurus semua kalangan, litas golongan, lintas, agama, lintas parpol.
Hal ketiga, adalah reaksi warganet. Ternyata seperti tersengat, kata-kata dari Bambang Pacul dan Mbak Puan justru membangunkan warganet atau kaum milenial yang sudah satu rasa dengan Ganjar, dan mereka sangat banyak yang bukan afiliasi ke PDIP.
Di medsos marak bermunculan dukungan, dan menyatakan sudah waktunya bangkit memberi dukungan kepada Ganjar.
Aksi-aksi Ganjar diunggah di medsos. Kaos-kaos yang dikenakan Ganjar secara cepat menyebar entah gimana produksinya.
Salah satunya yang menarik adalah ketika dia memakai kaos hitam bergambar 5 ekor asu (anjing), terus kaos tersebut dengan teks besar: Asu kabeh.
Ketika tulisan di kaos itu diunggah di saat sekarang, seakan menjadi ucapan kemarahan penggemar Ganjar. Dan kemudian ada yang menambahi, Tetep Pak Ganjar.
Mungkin yang dilema adalah milenial atau warganet yang sudah asli afiliasi ke PDIP (tepatnya kader PDIP) tapi mereka juga satu perasaan sebagai warganet, seperti halnya kalangan milenial lainnya.
Di sini mereka mungkin dilema, mau dalam barisan Ganjar, tapi kok berseberangan dengan Mbak Puan, atau malah Ibu (Megawati Soekarnoputri). Namanya, politik, hal seperti ini nantinya akan menemukan jalannya sendiri.
Di dunia maya memang banyak muncul pendapat para warganet. Ada yang membela, ada yang berdiri di tengah, ada yang pro Ibu.
Tapi ada komentar yang sangat keras juga, dengan kata-kata: Puan ataupun Ganjar, keduanya takkan pernah jadi Presiden, karena keduanya petugas oembuat e-KTP.
Hal keempat adalah, soal kiprah Ganjar Pranowo di dunia medsos, termasuk interaktifnya dalam Youtube, sebagai Youtuber, dan “pengelola” semacam podcast.
Kalau soal aktif di medsos dan Youtube, itu adalah karena Ganjar termasuk pejabat yang gaul dan mileniel. Jarang pejabat yang benar-benar bisa nyebur ke dunia milenial.
Paling banter tak sampai 10 orang, dalam arti yang benar-benar aktif, bisa manjing anjur-ajer (dalam bahasa Jawa) bertegur sapa, dan akrab dengan kaula muda di medsos, atau pun Youtube.
Bisa disebut yang seperti antara lain, Mendikbudristek Nadiem Makarim, Gubernur Jabar Ridwan Kamil (Kang Emil), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Wagub Jatim Emil Dardak, Walikota Bogor Bima Arya, mantan Bupati Purwakarta yang kini Anggota Komisi IV DPR Dedi Mulyadi.
Anggota DPR Fadli Zon saja, juga Fahri Hamah, yang sudah akrab dengan dunia medsos sejak dulu, belum bisa sepenuhnya interaktif seperti pejabat-pejabat tersebut.
Anggota DPR yang cantik, Desy Ratnasari yang artis dan banyak penggemar, malah mengaku sama sekali tidak bermain medsos, tak punya akun medsos.
Jadi, dalam kasus Ganjar Pranowo, bermain medsos adalah juga dalam rangka hobi, lalu digunakan berkenaan dengan pendekatan pada rakyatnya.
Kalau ada kaitannya dalam rangka nyapres, itu tentu saja sulit untuk tidak menyebut ke sana. Tapi, apakah melulu ke sana?
Ganjar adalah tipikal orang yang bisa nongkrong di warung-warung makan, kafe-kafe, ke rumah-rumah warga, dekat dengan kyai, gaul dengan anak muda.
Ganjar juga hobi gowes, aktif naik gunung dari semasa kuliah di UGM. Dia jua anak band, bisa lagu pop, campursari, juga lagu-lagu Barat.
Semasa menjadi anggota DPR, Ganjar juga sangat akrab dengan wartawan, dia jujugan untuk dimintai konfirmasi. Jadi, keakraban yang bukan dibuat-buat, dan hal seperti inilah alami, bukan dibuat-buat.
Dengan teguran keras ini dari dalam PDIP sendiri seperti ini, pun dari PDIP Jawa Tengah, apakan Ganjar Pranomo akan berhenti di dunia medsos dan gaul dengan kaum milenial?
Mungkin saja bisa terjadi. Tapi terkait dengan derahnya, sepertinya Ganjar tak akan berhenti. Ia akan tetap membaca surat-surat warga, menerima keluhan lewat beberapa akunnya. Warga Jateng, kiranya masih banyak yang ingin dekat dengan Gubernurnya.
Reaksi yang timbul di masyarakat atas teguran keras internal PDIP itu, bisa saja terbelah, ada yang pro dan kontra.
Kaum milenial mungkin memberi pembelaan, namun para kader bisa saja bingung, memihak mana, sebab belum ada pernyataan resmi dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. (winoto)