Seba Baduy di Lebak. (foto: ist)

Regional

Belajar Ketulusan dari Masyarakat Baduy Meskipun Sempat Kecewa Dua Kali Adat Seba Tidak Ditemui Gubernur Banten, Mereka Tetap Legowo

Minggu 23 Mei 2021, 08:33 WIB

SERANG, POSKOTA.CO.ID - Kepatuhan, kejujuran dan renda hati masyarakat Baduy tak perlu lagi diragukan.

Hal itu bisa dirasakan oleh setiap orang yang berkunjung ke pemukiman warga Baduy, di desa Kanekes, Lebak, Banten.

Meskipun baru pertama kali datang ke Baduy, namun sifat-sifat di atas secara alamiah akan kita rasakan ketika mulai berinteraksi dengan warga Baduy, apalagi sampai bermalam di perkampungan Baduy dalam.

Selain keramahan yang kita dapat, ada 'bonus' yang akan kita rasakan yang tidak akan pernah didapat di tengah hiruk-pikuk kesibukan aktivitas kita sehari-hari di tengah kota.

Masyarakat Baduy juga merupakan yang paling konsisten memegang teguh adat istiadat yang telah diwariskan oleh leluhur mereka puluhan tahun silam. 

Salah satu warisan leluhur yang sampai sekarang masih terus dijalankan oleh mereka salah satunya adalah melaksanakan Seba Gede ke pemerintah Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang dan Pemerintahan Provinsi Banten.

Seba Baduy merupakan salah satu tradisi menyerahkan hasil bumi yang mereka dapat kepada pemerintah yang sah secara hukum positif.

Hasil bumi seperti padi, gula aren, pisang, sayuran, dan palawija akan dibawa dengan berjalan kaki sejauh ratusan kilometer dari Baduy sampai ke Pemkab Lebak, Pandeglang, Serang dan terakhir ke Pempov Banten.

Dalam kondisi normal, tradisi ini biasanya diikuti oleh ribuan masyarakat Baduy dalam dan Baduy luar.

Masyarakat Baduy dalam yang masih menjaga penuh tradisi leluhur yang akan memimpin ritual sakral tahunan ini.

Sedangkan masyarakat Baduy luar, yang sudah tercampur dengan budaya luar tetap mengikuti Seba sebagai masyarakat pendamping. Untuk kalangan ini, pemerintah biasanya menyediakan kendaraan sebagai moda transportasi mereka menuju Serang.

Sedangkan bagi masyarakat Baduy dalam, mereka tetap berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki.

Dalam menjalankan ritual ini, memakan waktu berhari-hari.

Makanya Seba ini hanya diikuti oleh para lelaki saja, untuk kaum perempuannya tetap di rumah menjaga ladang mereka masing-masing.

Baduy luar atau Baduy Pendamping, ditandai dengan pakaian hitam dan ikat kepala biru. Sementara itu, Baduy Dalam atau Urang Jero memakai busana dan ikat kepala putih. Urang Jero bisa dijumpai di Kampung Cibeo, Cikawartana, dan Cikeusik.

Sedangkan di musim Pandemi Covid-19 ini, hanya 24 orang yang datang mengikuti ritual Seba Gede.

Hal itu sesuai dengan anjuran pimpinan masyarakat Baduy.

Jaro Saidi Saputra yang merupakan Tanggungan Jaro ke-12 masyarakat Baduy seusai acara Seba Gede di pendopo lama Sabtu malam, (22/5/2021) mengatakan, Seba gede yang rutin dilakukan setiap tahun dalam dua tahun terakhir ini sedikit kurang pas silaturahminya.

Hal itu dikarenakan yang dituju oleh masyarakat Baduy adalah Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) sebagai bapak gede, tapi kemudian yang menghampiri justru hanya perwakilannya saja.

"Tapi tidak masalah, yang penting kelanjutan Seba kami dari tahun ke tahun jangan sampai tertunda," ucapnya.

Menurut Jaro, yang namanya silaturahmi Seba setahun sekali itu seharusnya ketemu langsung, bertatap muka, saling berterimakasih, memberikan sesuatu, menyambung persaudaraan dan memperpanjang kekeluargaan.

"Pateupung lawung, paamprok jongok. Nitip kaasih, nereun kadeudeuh, nyambungkeun paduduluran manjangkeung babarayaan," katanya dalam bahasa Sunda.

Tapi jika diwakilkan seperti ini, tambahnya, ada sedikit Kekurangan, karena dirinya tidak bertemu langsung dengan orang yang dituju yakni Gubernur Banten.

"Anu dijugjugna bapak gede, datangna anu ngawakilan tapi teu masalah, yang penting lanjut dari tahun ke tahun (yang dituju bapak gede atau gubernur Banten, tapi yang datangnya perwakilan. Tapi tidak masalah yang penting lanjut dari tahun ke tahun)," ucapnya.

Jaro mengakui, masalah ada tidaknya Gubernur pada saat Seba tidak menjadi persoalan, karena dulu sewaktu masih nginduk ke Jawa Barat juga gubernur tidak pernah datang, tapi Seba tetap berjalan.

"Seba tetap disini, tidak ada masalah. Seba jalan terus. Tetapi ketika gubernur masih menjabat, seharusnya mah Gubernur yang datang menyambut kami. Tapi ga papa, ga masalah," ungkapnya.

Pada Seba tahun ini, Jaro meminta kepada pemerintah agar memperhatikan kelestarian alam lingkungan sekitar.

Di Banten ada gunung Karang, Pulosari, asupan, raja berkat, ujung kulon, sengen Sirah, panaitan, honje, itu perlu dilestarikan. 

"Kami nitip khususnya ke Pemerintah Banten," tegasnya.

Jaro juga mengingatkan kepada Pemprov Banten agar tegakkan aturan yang berlaku, supaya tidak ada lagi istilah gunung gundul yang berpotensi longsor, bencana alam dan tsunami.

"Ini perlu dijaga. Jangan sampai kejadian penyakit teu meunang kaubar (penyakit ga bisa disembuhkan), lamun obat teu meunang kaobat (pengobatan tidak bisa diobati). Bisi ku kesalahan urang (takutnya itu kesalahan dari kita semua)," jelasnya. (kontributor banten/luthfillah)

Tags:
poskota.co.idposkotanews.comMasyarakat Adat Baduygubernur BantenWahidin Halimseba baduy

Administrator

Reporter

Administrator

Editor