Suasana Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. (foto: poskota/cr05)

Opini

Mudik Adalah Kebersamaan

Selasa 27 Apr 2021, 06:00 WIB

MUDIK dilarang, tetapi pulang kampung dibolehkan. Kata berseloroh ini kerap mencuat dalam perbincangan santai sehari – hari belakangan ini mulai dari gedung perkantoran hingga warung kopi pinggir jalan.

Seloroh ini pun bukan untuk membedakan mudik dan pulang kampung, karena keduanya memang tidak beda makna, tetapi semata bentuk “menghibur diri”  akibat hasrat mudik lebaran tahun ini tertunda lagi karena pandemi.

Kami meyakini sikap menunda mudik lebaran adalah bentuk kesadaran diri, tak hanya kepatuhan warga terhadap norma yang ada, tetapi upaya nyata menjaga keselamatan kita bersama. Sadar bahwa mudik berisiko menularkan virus corona kepada orangtuanya, kerabatnya, sanak saudaranya di kampung halaman.

Ini upaya nyata menyelamatkan lingkungan keluarga, kampung halaman dari kemungkinan penyebaran virus corona. Bahwa kadang ada rasa sesal, kesal dan kecewa karena harus menahan kerinduan ke kampung halaman adalah manusiawi.

Kalau pun muncul “cuitan” terkait hal ini, tidak perlu dipertentangkan  sebagaimana kita tidak perlu lagi mempertentangkan larangan mudik lebaran yang sudah final.

Sejatinya larangan mudik itu manajemen mudik lebaran yang diputuskan pemerintah dengan memperhatikan kondisi terkini, seperti halnya yang dilakukan setiap tahun dalam kondisi tidak pandemi.

Manajamen mudik setiap tahun diperbaiki sebagai bentuk keberpihakan negara memberikan pelayanan terbaik kepada rakyatnya. Disadari mudik akan tetap ada, bahkan meningkat setiap tahunnya karena adanya regenerasi pemudik.

Mudik tak bisa tergantikan oleh alat komunikasi, secanggih apa pun. Mengapa? Jawabnya sudah menjadi tradisi dan budaya bangsa kita, dikatakan sudah ada sejak Kerajaan Majapahit. Mudik singkatan dari “mulih dilik” –pulang sementara dari tempat kerja ( rantau). Mudik juga disebut pulang ke udik, ke kampung. Jadilah mudik berarti pulang ke kampung halaman.

Setidaknya ada tiga alasan mengapa mudik tetap ada. Pertama, membangun silaturahmi, sekaligus saling maaf memaafkan. Kadang antar saudara saja sulit meminta dan memberi maaf, tetapi dengan mudik menjadi cair saling memaafkan, berpelukan.

Kedua, saling berbagi. Tak hanya pengalaman hidup, juga berbagi sesuatu yang bernilai ekonomi. Itulah sebabnya mudik bermanfaat karena menebarkan uang ke desa – desa.

Kalau setiap  pemudik rata –rata membawa 5 juta rupiah, maka puluhan triliun atau ratusan triliun uang dari kota ditebar ke desa oleh puluhan juta pemudik. Ketiga, mudik diwarnai aktivitas saling tolong menolong, berkumpul membangun kebersamaan sebagai bagian terpenting memperkokoh persatuan dan kesatuan. (*)

Tags:
mudik lebaranSorotKebersamaan

Administrator

Reporter

Guruh Nara Persada

Editor