Ronde Jahe, Buka Puasa dengan yang Hangat, Andalan Kedai Milik Atin

Jumat 16 Apr 2021, 14:40 WIB
Pedagang Wedang Jahe dan Ronde. (cr07)

Pedagang Wedang Jahe dan Ronde. (cr07)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Buka puasa dengan kolak pisang atau es timun suri setelah buka puasa sudah biasa.

Ditengah bulan Ramadhan dengan curah hujan yang lumayan tinggi boleh sekali coba menu yang satu ini, Ronde Jahe Kacang Tanah.

Gerobak Ronde Mang Atin, dapat menjadi pilihan warga Jakarta Pusat yang ingin merasakan hangatnya tubuh pasca buka puasa. 

Bertempat di pinggir jalan Cempaka Putih Raya, Cemp. Putih Timur, Kec. Cemp.

Putih, Jakarta Pusat (persis di seberang KFC), pelanggan bisa menikmati satu porsi ronde jahe seharga lima belas ribu saja.

Ronde Jahe atau biasa juga dikenal sebagai wedang ronde merupakan perpaduan makanan khas nusantara dan Tionghoa. 

Dalam Tionghoa, Ronde disebut juga sebagai tangyuan.

Sama halnya dengan ronde nusantara, tangyuan juga terbuat dari tepung ketan dengan campuran sedikit air. 

Ronde atau tangyuan ini bisa dibuat polos atau diberi beragam isian sesuai selera.

"Ronde ini dari tepung ketan terus pewarna makanan, jadi warna warni," ujar Atin saat ditemui di pangkalannya pada Kamis (15/4).

Sebagaimana yang dideskripsikan, Ronde Jahe Mang Atin juga terdiri dari bahan utama yang sama.

Dalam satu porsi Wedang Ronde Mang Atin, ada dua pilihan jenis ronde.

Ronde kecil tanpa isian dan ronde besar dengan isian kacang tanah.

Ronde tersebut kemudian disiram dengan kuah jahe, air gula merah dan pandan.

Aroma campuran dari Jahe, gula merah dan kuah pandan yang disiram ke dalam mangkok membuat sensasi herbal yang menenangkan.

"Anget ya wanginya?," tanya Atin ketika panci air jahe. 

Kemudian setelah dicicipi, muncul rasa pedas jahe dan manis gula merah yang medominasi seluruh indra perasa.

Selain itu, tenggorokan dan perut jadi terasa hangat dan nyaman.

Sementara tekstur ronde kenyal yang terbuat dari tepung ketan dapat mengobati rasa lapar sementara.

Cocok sekali menjadi menu pembuka atau penutup buka puasa sebelum melanjutkan ibadah shalat maghrib.

Untuk menikmati satu mangkok ronde mang Atin selama bulan Ramadhan, pelanggan bisa nengunjungi pangkalannya dari pukul 17.00 hingga 24.00 WIB.

Selain Ronde Jahe, pelanggan juga bisa menikmati menu lainnya yakni Sekuteng.

Tak beda jauh dengan Ronde Jahe, Sekuteng juga memakai kuah yang sama yakni jahe, gula merah an pandan.

Bedanya hanya pada isiannya. 

Adapun untuk isian Sekuteng yang disajikan di gerobak mang Atin yakni kacang jali berwarna putih, mutiara, kolang-kaling dan terkahir kacang hijau.

Namun Ia mengatakan pelanggan boleh reques untuk menambahkan isian Sekuteng ke Ronde Jahe, begitupun sebaliknya. 

"Yang putih itu kacang jali, it buat Sekuteng, sam mutiara, kolang kaling, kacang ijo. Taoi kalo mau minta tambah ke ronde boleh. Sesuai permintaan aja," terangnya. 

Pria berumur 28 tahun itu bercerita sudah 5 tahun mangkal di kawasan Cempaka Putih.

Di hari normal, biasanya perlanggan akan ramai ketika jam pulang kerja menjelang. 

"Biasanya dari jam mau maghrib sampe mau isya, itu kalo bukan hari Ramadhan," kata Atin.

Namun di bulan Ramadaan, pelanggan biasa ramai di jam 8 hingga 9 malam.

Ia menyampaikan banyak orang yang datang memesan setelah shalat tarawih selesai.

Menurutnya pelanggan lebih memilih menikmati Ronde Jahe pasca tarawih lantaran biasanya sudah punya menu buka puasa sendiri di rumah.

Seperti memasak menu sendiri.

Orang berpuasa juga menurutnya cenderung lebih suka berbuka puasa dengan yang dingin alih-alih hangat.

Selain itu, menikmati Ronde Jahe atau Sekuteng lebih maknyus dimakan pelan-pelan. Jadi, lanjut Atin, pelanggan akan memilih waktu yang lebih lowong, seperti habis tarawih sebagai menu makanan pencuci mulut. 

"Justru kalo Ramadhan ramainya abis pulang tarawih, makan ronde kan enaknya dimakan waktu santai, kalo abis tarawih kan udah gak ngapa-ngapain terus udah dingin. nah itu," paparnya. 

Atin meyampaikan bahwa tempatnya ini cukup strategis karena dikelilingi oleh tempat makan.

Selain pelanggan yang datang dari rumah ada juga pelangan dari para pekerja rumah makan. 

Sebagai penjual makanan penutup yang tidak terlalu berat hal ini terbilag menguntungkan.

Terlebih akses jalan tempat Ia mangkal tersebut merupakan jalan besar yang sering dilewati kendaraan."Rame disini karena banyak ornag yang makan. Lebih rame dibanding di stasiun cuma orang lewat doang," bebernya. 

"Disini KFC, bebek kaleo, jadi yang kerja juga ada yang beli. Pembeli paling jauh ada yang dari Bekasi," ungkap Atin.

kuliner

Di hari normal, dalam sehari Atin biasa menjual Ronde Jahe hingga 70 porsi.

Bisa lebih dari jumlah tersebut jika cuaca Jakarta dalam kondisi dingin. 

Namun selama pandemi, Atin mengaku pendapatannya menurun hingga 50 persen.

Dalam satu tahun terakhir, Atin mengungkapkan dirinya hanya dapat menjual 30 hingga 40 porsi sehari.

"Pandemi ngaruh banget anjlok. Paling 50 persen. Sehari biasnaya bisa jual 80 skargnya 30 an," keluhnya. 

Belum lagi di hari-hari tertentu ketika terdapat himbauan dari Satpol PP untuk menutup dagangan di pukul 9 malam.

Hal tersebut tentu membuat Atin kembali merugi.

"Satpol PP ada, jadi dibatasi bukanya. Biasanya buka jam 5 jam 9 tutup. Makanya anjlok," terang Atin.

"Makan di tempat juga dibatasi sampe jam 8. Gak boleh makan di tempat. Jaga jarak juga. Tutupnya jam 9. Tapi gak papa yang penting masih bisa jualan," sambungnya. 

Belum lagi bahan yang dibuang, jadi terkesan mubadzir.

Lantaran Ronde Jahe dan Sekuteng ini berbahan basah, dalam arti semua bahan isian harus direbus, maka kekuatan simpannya pun tidak lama. 

Menurutnya meskipun bisa dipanaskan, ada beberapa bahan yang rasanya akan berubah.

Jadi Ia memilih untuk membuangnya saja.

"Air Jahenya paling yang dibuang, sama Kacang Ijo. Rondenya juga harus dibuang kalau sudah direbus dan dimasukan di dalam air gula," ceritanya. 

"Rasanya berbeda. Paitnya terlalu mencolok. Bisa tapi rasanya berubah. Ini ketan juga kalo ini udah dibuang," tutur Atin. 

Atin menceritakan bahwa selama pandemi, dirinya bahkan pernah hanya memperoleh pendapatan Rp 200 ribu saja.

Tentu saja hal ini tidak menutup kebutuhan sehari-hari. Apalagi pria asal Garut tersebut memiliki istri yanh sedang hamil dan satu anak yang perlu diurus 

"Paling kerasa pandemi. Ngalamin pendapatan 200 ribu. Belum buat apa apa. Jangankan ganti ini, buat makan aja gak nutup," katanya.

"Kemarin ini anak saya sekolah online. butuh handphone, lumayan mbak kerasa ngeluarin biayanya," lanjutnya. 

Kini, Ia sedang mencoba peruntungan penjualan di bulan Ramadhan.

Tentu saja yang diharapkan pendapatan jauh lebih banyak dari hari normal di masa pandemi. 

Atin berharap dapat memenuhi target pendapatan yang dia harapkan agar dapat memenuhi kebutuhan lebaran. Lebih bersyukur lagi bila bisa pulang kampung bertemu istri dan anak tercinta. 

"3 hari sebelum lebaran baru tutup, kejar setoran," cengirnya. (cr07)

Berita Terkait
News Update