JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya.
Laporan itu, dilakukan ahli waris lantaran menguntungkan mafia tanah terkait sebidang tanah di daerah Kembangan, Jakarta Barat.
"Mereka (polisi) mengambil ahli lahan kita, katanya ada surat SK dari Menteri Pertanahan BPN untuk mengosongkan lahan tersebut, tapi setelah dikosongkan langsung diserahkan ke pihak lain, PT. Proline Finance. Kami menganggap tindakan polisi itu merupakan tindakan premanisme," kata kuasa ahli waris, Charles Ingkiriwang, Sabtu (6/3/2021).
Tidak hanya itu, kata Charles, penyidik juga telah menetapkan salah satu dari ahli waris Lie Bok Sie, Damiri H. Sajim sebagai tersangka tanpa dilakukan pemeriksaan terlebih dulu dan dengan dasar bukti palsu yang dbuat oleh mafia tanah.
Baca juga: Praktisi Hukum: Istilah Mafia Tanah dalam Perkara Sengketa Harus Dicermati secara Fair
Damiri dijadikan tersangka atas dugaan memasuki lahan perkarangan orang lain. Padahal tanah yang ditinggalinya adalah miliknya sendiri.
"Saya sudah tunjukan bahwa sertifikat tersebut sudah dicabut oleh BPN Barat dan Kanwil DKI, tapi Polisi gak mau tahu. Ini mafia tanah, ada putusan pengadilan yang tidak pernah dilakukan persidangan tapi ada putusan," keluhnya.
Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum ahli waris, Febriansyah Hakim menyampaikan pihaknya sempat mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadap Damiri H.Sajim.
Namun ditengah-tengah proses praperadilan, Damiri H.Sajim meninggal dunia, karena sejak awal almarhum sudah dalam keadaan sakit tapi tetap dijemput paksa penyidik Polda Metro Jaya.
Baca juga: Pakar Hukum Pidana Indriyanto Nilai Isu Mafia Tanah di Tangerang Opini Menyesatkan
"Memang banyak yang dilanggar oleh pihak Polda Metro, kita adukan ke pihak Dipropam Polda Metro Jaya, Kompolnas, Ombudsman dan sampai hari ini prosesnya terus berjalan. Saya sudah diperiksa, sudah memberikan keterangan dan akan dibuatkan lagi keterangan saksi dari kuasa ahli waris," terang Febriansyah.
Febriansyah menjelaskan awalnya kasus ini bermula almarhum Lie Bok Sie memiliki sebidang tanah di desa Kembangan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang tercatat dalam Girik C Nomor 1970 Blok D.II Persil Nomor 22 atas namanya sendiri.
Kemudian beralih kepada ahli waris, yaitu Etty Widjaja, Lie Tjie Hian, Damiri H.Sadjim, Lie A Tjun, Anyo, Jaya alias Lie Kun yang berdasarkan surat ketetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor 19/PDT/P/1991 tanggal 28 Januari 1991.
Kemudian seorang pengacara bernama Herry Thung (almarhum) menawarkan jasa kepada pewaris untuk dibuatkan sertifikat. Namun justru Herry Thung membuat sertifikat hak guna bangunan sebagian tanah tersebut atas nama sendiri dengan luas 4.995 M2 dan atas istrinya, Juliana Wairaraseluas 3000 M2.
Baca juga: Tim Satgas Mafia Tanah Polda Metro Akan Tindak Tegas Sindikat Mafia Tanah di Jakarta
Herry Thung melakukan penjualan fiktif tanah tersebut kepada sopir atas nama Sony Febrimas dan Herry Thung menjual lagi tanah tersebut kepada PT Anugerah.
Kemudian PT. Anugerah meminjam uang ke salah satu perusahan dan kemudian sertifikat tersebut ditebus oleh PT. Proline Finance. Namun PT. Proline Finance tidak bisa melakukan pelelangan tanah tersebut karena masih bersengketa. Dalam perkara ini ahli waris telah memenangkan gugatan dengan kekuatan hukum tetap atau In Kracht.
"In Kracht berdasarkan putusan pengadilan negeri Jakarta Barat nomor 179/PDT.G/2002/PN.Jkt.Bar tanggal 21 November 2002 Jo putusan pengadilan tinggi DKI Jakarta No 287/PDT/2003/PT.DKI tanggal Desember 2003 Jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No 1784 K/PDT/2004 tanggal Juni 2005 Jo Putusan Peninjaun Kembali Mahkamah Agung RI No 173 PK/PDT/2006 tanggal 9 November 2006," tegas Febriansyah.
Baca juga: Polda Metro Jaya Gelar Rakor dengan Kementerian ATR/BPN Terkait Kasus Mafia Tanah
Sementara itu, Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Adi Hidayat saat dihubungi belum memberikan jawaban terkait kasus tersebut. (ilham/tri)