JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), terdakwa Jumhur Hidayat menjalankan sidang lanjutan dalam perkara penyebaran berita bohong atau hoaks tentang Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law di Ruang Sidang Utama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/3/2021).
Acara sidang kali ini mendengarkan kesaksian Husein Shihab, selaku pihak pelapor dalam kasus tersebut.
Dia pun menjelaskan bahwa penyataan Jumhur yang diunggah di media sosial Twitternya @jumhurhidayat yang berbunyi,
"Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah," pada 25 Agustus 2020.
Selain itu juga tweet, "UU ini memang utk INVESTOR PRIMITIF dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini. 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja, Klik untuk baca: https://kmp.im/AGA6M2," pada 7 Oktober 2020.
Kedua tweet tersebut dianggap sebagai ujaran kebencian yang memicu terjadinya keonaran berupa pembakaran dan pengrusakan.
Baca juga: Pemerintah Terbitkan 49 Peraturan Pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja
"Jadi menurut saya, itu sentimen. Jadi membawa undang-undang pengusaha rakus, bangsa kuli. Itu kan sentimen yang mulia, sementara bangsa kita bukan bangsa seperti itu. Saya bukan kuli, teman-teman saya bukan kuli, saya anggap kasar. Dan saya lihat juga bukan pengusaha rakus yang mulia," ungkapnya.
Lanjut dia mengatakan bahwa kata-kata macam "pengusaha rakus" dan "bangsa kuli" sebagai pernyataan yang bisa menyulut emosi masyarakat terutama kaum buruh.
Dampaknya, menurut dia terjadi pembakaran, pengrusakan, dan kerusuhan yang ia lihat juga dari pemberitaan media dan dari pengamatannya langsung.
Menilik hal itu, ia pun melaporkan terdakwa atas kasus penyebaran hoaks.
"Ada bentrok, ada kebakaran, ada pengrusakan. Dasarnya ya saya melihat dari situ. Kalau kita enggak melaporkan, akan ada timbul yang lebih besar terutama para buruh yang terprovokasi oleh terdakwa," jelasnya.
Ia pun menerangkan bahwa faktor yang membuat masyarakat terprovokasi untuk berbuat keonaran karena faktor sosok Jumhur Hidayat yang memiliki pengaruh.
"Menurut saya waktu ketika seseorang itu punya pengaruh, dampak, ketika dia mengungkapkan suatu pendapat, itu akan memicu khususnya kepada masyarakat yang pro sama pendapatnya," jelasnya.
"Karena sosok tokoh yang punya pengaruh tidak berhati-hati menggunakan media sosialnya, itu akan melahirkan hal-hal negatif," lanjutnya.
Agenda sidang sebelumnya, mendengar kesaksian dari pelapor pertama, yakni Febrianto yang juga mengutarakan keresahannya karena dua tweet dari Jumhur Hidayat yang dianggap hoaks dan memicu polemik di masyarakat.
Sebelumnya, Jumhur didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran melalui cuitannya via media sosial Twitter ihwal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Lewat tweet-nya itu, Jumhur juga dianggap membuat masyarakat menjadi berpolemik dan berujung kepada aksi demonstrasi di Jakarta pada 8 Oktober 2020. Demo pun berakhir ricuh. (cr02/mia)