JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Rommy Fibri Hardiyanto mengatakan, pihaknya sepanjang 2020 telah menyensor hampir 39.863 lebih judul film, termasuk film impor yang ditayangkan di bioskop, maupun sinetron atau FTV yang disiarkan di berbagai televisi.
Dari 39.863 lebih judul film tersebut, materi yang tidak lulus sensor tercatat hanya 0,04% atau berkurang dari 2019 yaitu dari 39 judul menjadi 16 judul. Ini sebuah kemajuan dalam hal penyensoran media audio visual tersebut.
"Pada periode Januari-Desember 2020, LSF mencatat total jumlah materi yang telah disensorkan mencapai angka 39.863 judul. Jumlah itu justru meningkat sekitar 5% dari pencapaian tahun sebelumnya yaitu, sebanyak 37.908 judul," kata ketua LSF Rommy Fibri Hardiyanto dalam konferensi pers tentang Laporan Kinerja LSF 2020, yang digelar secara online dan offline, Kamis (11/2/2021).
Baca juga: PKS: Jumlah Penonton Meningkat, Indonesia Butuh Lembaga Sensor Film yang Cakap
Akibat adanya pendemi, maka dengan sendirinya operasional kegiatan penyensoran di LSF menjadi berkurang. Sehingga dari lima studio dan lima kelompok penyensor (2 anggota LSF dan 3 tenaga sensor) terpaksa dikurangi menjadi hanya tiga studio dan tiga kelompok penyensor (1 anggota LSF dan 2 tenaga sensor).
Berdasarkan catatan dan data, materi sensor ke LSF sepanjang 2020 didominasi oleh film dan iklan film untuk penayangan di televisi sebanyak 37.954 judul.
"Dengan adanya pelarangan kegiatan syuting film selama PSBB, pihak industri film, iklan film, dan televisi, tampaknya belum memungkinkan untuk melanjutkan dan menayangkan program-program baru," ungkap Rommy.
Baca juga: Hore! Film Avangers: Infinity War Lolos Sensor
Meski begitu, dalam materi sensor yang memperlihatkan tren baru adalah untuk penayangan jaringan informatika seperti Disney, Netflix, Maxstream, dan lainnya. Jumlah judul film yang disensor pada jaringan informatika sepanjang 2020 sebanyak 599 judul.
"Tren masyarakat menonton film di jaringan informatika saat pandemi, mendorong pemilik film untuk menyensorkan materi film dan iklan film mereka untuk ditayangkan yaitu 1,5%,” ujarnya.
Khusus untuk film layar lebar, Rommy mengatakan pandemi membuat bioskop tidak bisa beroperasi selama delapan bulan sehingga angka penyensoran menjadi berkurang.
Baca juga: Mahasiswa IPB Hasilkan Aplikasi Sensor Film Porno
Rata-rata penyensoran film layar lebar, gabungan film nasional dan film impor dalam kondisi normal sekitar 400 judul per tahun, namun selama pandemi Covid-19, jumlah tersebut turun menjadi 196 film yang sebagian besar untuk model pertunjukan baru seperti drive in theater (bioskop ruang terbuka) memakai lahan parkir mal atau calon permukiman.
Rommy menambahkan, proses sensor LSF juga dilakukan untuk format film Palwa (DVD) sekitar 328 judul, sedangkan film untuk festival yang telah disensor sebanyak 150 judul.
Terkait film yang dinyatakan tidak lulus sensor, LSF memutuskan berdasarkan delapan poin kajian antara lain mengandung kekerasan, harkat dan martabat, penodaan atau penistaan agama, pelanggaran hukum, serta apakah mengandung sensitivitas di masyarakat.
"Selain itu, film juga harus sesuai dengan target usia yang ditetapkan dalam film tersebut. Khusus film impor, proses penyensoran juga dilakukan kepada teks terjemahannya," ucapnya. (rizal/ys)