JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Setelah terpilih menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Periode 2020-2025 dalam Muktamar di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (19/12/2020), Suharso Monoarfa harus bekerja keras untuk mengangkat posisi partai yang kini menjadi parpol menengah bawah untuk bisa berada di posisi papan atas.
"Menjadi tugas berat bagi Suharso Monoarfa untuk melakukan konsolidasi besar-besaran pada tubuh PPP dan ini bukan kerja yang mudah," kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi, Minggu (20/12/2020).
Pangi mengatakan, untuk bisa menjadikan PPP berada di posisi papan atas, itu tergantung kemampuan Suharso dalam melakukan konsolidasi mulai dari akar rumput. "Ya. Konsolidasi harus besar-besaran. Tarutama bisa dalam menyatuhkan faksi-fakasi yang ada di PPP. Tidak bisa dipungkiri faksi di PPP tetap ada," katanya.
Baca juga: Buka Muktamar IX, Jokowi yakin PPP Sebagai Partai Islam Tertua Bisa Perkokoh Kerukunan Bangsa
Selain itu, Pangi menilai meski PPP salah satu partai tertua di Indonesia, namun sampai saat parpol yang pendeklarasiannya pada tanggal 5 Januari 1973 ini merupakan hasil gabungan dari empat partai keagamaan yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Parmusi masih belum modern.
"PPP belum sebagai partai modern, masih tergantung kepada sosok dan mesin partainya belum terlalu kuat, partai ide masih terlalu rendah. Selain itu segmen pemilihnya masih mengandalkan pemilih muslim dan orang muslim pun belum tentu memilih PPP. Kan ini persoalannya," katanya.
Agar mempunyai simpati pemilih, Pangi menyarakan agar PPP meninggalkan sebagai partai tradisional. "PPP harus 'mainnya' canggih. Apa lagi di media sosial (Medsos) saja mereka (PPP,red) masih kalah. Dan dalam kaderisasi PPP pun masih stagnan," tutupnya. (rizal/ys)