PANDEMI melanda seluruh negeri, benda yang tak terlihat mata ini mampu meluluhlantakkan semua sendi kehidupan. Tidak satupun yang mampu melawannya, ada yang kehilangan nyawa, ada juga yang kehilangan mata pencahariannya.
Dibutuhkan berbagai cara untuk melewati ini semua. Peradaban manusia sejak zaman dahulu mengenal jembatan yang dibangun untuk melewati rintangan. Sebut saja jembatan kayu Pasar Ayam di Suramadu yang dibangun pada abad 16 sampai abad 21, menjadi bukti bahwa jembatan punya arti penting bagi kehidupan.
Jembtan sebagai salah satu simbol kota mampu menarik perhatian warga untuk berbondong-bondong datang ke sana. Setiap matahari mulai menampakkan sinarnya, pesepeda ramai-ramai melewati sebuah jembatan. Tidak sedikit yang berhenti untuk menikmati pemandangan kota dan pencakar langit sekaligus berpose untuk mengabadikannya melalui gawai.
Fenomena ini dengan jeli dimanfaatkan oleh pemberi jasa fotografi profesional. Dengan setia mereka menunggu para penggowes dari sudut terbaik di sisi jalan di atas jembatan. Berbagai aksi menarik yang ditampilkan dari atas sadel dijepret sebaik mungkin melalui tombol rana. Tua, muda, cantik, ganteng, bahkan yang selama ini dikenal melalui media pun kerap beraksi di sana. Media sosial menjadi galeri untuk menampilkan karya-karya yang dihasilkan.
Puncaknya setiap akhir pekan, jembatan yang menjadi magnet komunitas gowes dan fotografer dipenuhi wajah-wajah ceria dan sepeda berbagai rupa. Asa yang sempat redup kembali bersinar layaknya sang surya. Jembatan yang pada hakekatnya dibuat untuk melewati rintangan berhasil melakukan tugasnya dengan baik, sekelumit cerita tentang Jembatan Kuningan di kawasan itu.
Jakarta Selatan
Oleh : RA Kesser