Ada sepenggal pepatah Romawi Kuno yang berbunyi "Amor Vincit Omnia", jika dialihbahasakan ke bahasa Indonesia, kurang lebih artinya "Cinta Mengalahkan Segalanya".
Pepatah itu muncul di benak saya ketika melakukan perjalanan ke Magelang dan Yogyakarta di medio akhir Januari lalu, perjalanan ke tempat-tempat seperti Gunung Tidar dan tempat wisata lainnya di Yogyakarta yang seolah mendekap erat setiap wisatawan yang datang.
Dekapan erat itu begitu terpancar dari senyum para pedagang, penjaga loket, hingga warga sekitar yang tersembunyi di balik masker.
Tidak ada lagi jawaban pasti dari pemandangan itu selain karena kerinduan akan keramaian yang hilang sejak pandemi Covid-19 memaksa masuk ke bumi pertiwi.
Hijaunya daun dan semilir angin di siang itu begitu membuat saya merasa dicintai oleh Magelang, Kota kecil yang memiliki banyak tempat bersejarah.
Saat tiba waktunya bagi malam untuk bertugas, saya pun berkunjung ke rumah salah seorang seniman kondang di Yogyakarta, Nasirun.
"Maaf seadanya, ya beginilah rumah seniman", ujar Nasirun saat menyambut di pintu rumahnya, ungkapan yang tentu saja kiasan cinta dalam budaya Jawa, karena sesungguhnya suasana di rumah itu jauh dari seadanya, melainkan sangat indah dan nyaman bagi siapapun yang bertamu.
Hampir di semua sudut di dinding rumah Nasirun terisi dengan lukisan-lukisan indah karyanya.
Bahkan di beberapa ruangan, bagian lantai, batu kerikil, hingga parutan kelapa pun tidak luput dari goresan tangan Nasirun yang tampaknya memang tidak bisa berhenti untuk melukis.
"Rencananya tahun 2020 kemarin Borobudur ini dipamerkan di UK (Inggris) dan Museum Louvre (Perancis), tetapi karena Covid, ya nggak jadi" tutur Nasirun saat memperlihatkan salah satu maha karyanya, replika candi Borobudur.
Replika itu terasa begitu spesial karena dibuat dari 900 gelas kaca kimia yang di dalamnya terisi oleh wayang dengan bentuk dan warna yang berbeda-beda.