JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, gerak cepat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyelesaikan pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja perlu juga diapresiasi.
Minimal DPR yang selama ini akrab dengan kelambanan, kemalasan, predikat kinerja buruk, korupsi, dan lain sebaginya, ternyata kadang-kadang bisa juga bergerak ala gerombolan pengacau yang suka main seruduk kalau lagi ada maunya.
"Akan tetapi kerja gerudukan Baleg ini terlihat memprihatinkan karena kerja cepat mereka nampaknya bukan atas semangat yang konsisten untuk menghasilkan legislasi prioritas. Ini kerja yang nampaknya bisa terlihat super kilat karena 'atas nama pesanan' tertentu," kata Lucius Karus kepada Pos Kota, Minggu (4/10/2020).
Pihak pemesan, paparnya, tentu saja bukan rakyat atau buruh yang pada gilirannya nanti akan menjadi pihak yang terdampak langsung atas apa yang disepakati Baleg dan Pemerintah. Pemesan rupanya adalah mereka yang justru sedang menunggu manis di ujung lorong, mereka yang sudah siap dengan brankas jumbo demi menyimpan hasil keuntungan dari 'manisnya' peraturan yang memihak mereka.
"Pemesan ini adalah mereka yang akan sesuka hati memperlakukan pekerja, dengan kata lain investor atau elit lain yang berkepentingan untuk selalu meraup untung dari keringat murah yang dibayar," tegasnya.
Ia mempertanyakan, kerja cepat yang nampak hanya terjadi pada regulasi tertentu yang merupakan pesanan politik hasil persekongkolan penguasa dan pengusaha itu yang bisa menjelaskan kenapa hanya kepada RUU Cipta Kerja Baleg bisa bertaruh waktu untuk menyelesaikan proses pembahasan. Siang dan malam, masa sidang maupun masa reses, bahkan untuk mengesahkan RUU di tingkat Baleg, mereka memanfaatkan malam nan romantis bagi para remaja yakni malam minggu.
Pilihan menggunakan malam Minggu, Sabtu (3/10/2020), ucap Lucius Karus, untuk mengambil keputusan atas nasib RUU Cipta Kerja nampaknya konsisten dengan cara kerja Baleg membahas RUU Cipta Kerja selama ini yang jika mungkin diam-diam, menghindar dari partisipasi banyak orang.
"Memanfaatkan keasyikan banyak orang yang tengah berjuang di tengah pandemi, dan berbagai upaya lain untuk memastikan keterlibatan publik sedapat mungkin tak akan menghambat nafsu DPR dan Pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU Cipta Kerja," bebernya.
Lucius Karus menilai, masa pandemi yang semestinya harus mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah dan DPR untuk mencari solusi atas pandemi justru jadi pilihan strategis untuk meloloskan RUU Cipta Kerja yang tak peduli pada keinginan dan aspirasi berbagai pihak yang menganggap substansi RUU itu masih dipenuhi masalah.
Maka RUU yang berhasil disahkan DPR di tahun 2020 dari jalur daftar Prioritas adalah RUU yang nampaknya memang sudah dikejar limit waktu pembahasan dari para pemesan. RUU Minerba, RUU MK, dan sekarang RUU Cipta Kerja. Ketiganya sama-sama dibahas dengan agak diam-diam dengan hasil yang banyak dikritik publik.(rizal/tri)