JAKARTA - Kementerian Perdagangan berkomitmen mendorong peningkatan produktivitas garam dalam negeri, baik secara kualitas dan kuantitas.
Peningkatan produktivitas ini juga merupakan langkah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor garam.
Mengingat garam merupakan salah satu komoditas yang dibutuhkan masyarakat di berbagai sektor, mulai dari rumah tangga untuk konsumsi, hingga industri sebagai bahan baku, antara lain dalam produksi pipa PVC, sabun, kosmetik, tekstil, manufaktur, dan hasil industri lainnya.
Komitmen tersebut diungkapkan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto saat meninjau persiapan panen garam tambak garam PT Timor Livestock di Nunkurus, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Jumat (24/7/2020). Turut mendampingi Mendag yaitu Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat.
Pada kunjungan tersebut, Mendag Agus sangat mengapresiasi produktivitas lahan garam yang relatif cukup baik dibandingkan dengan rata-rata produksi garam dalam negeri.
“Saat ini garam nasional masih menghadapi beragam tantangan, baik dari sisi keterbatasan produksi maupun kualitas hasil akhir yang relatif rendah. Namun saya melihat di sini potensi peningkatan produksi garam dengan kualitas di atas rata-rata. Jika kualitas ini dipertahankan, maka produksi garam NTT dapat mendorong penurunan impor garam untuk kebutuhan industri,
maupun untuk diekspor,” ujar Mendag Agus.
Produktivitas rata-rata lahan garam di Nunkurus adalah 100 ton/ha untuk setiap siklus panen (sekitar 40-45 hari), lebih tinggi dari produktivitas rata-rata lahan garam lainnya yang berkisar 60- 70 ton/ha. Kualitas garam yang dihasilkan juga termasuk cukup baik dengan NaCl minimal 97 persen. Kualitas garam dalam negeri rata-rata memiliki kandungan NaCl di bawah 95 persen sehingga menyebabkan garam dalam negeri tidak dapat diserap industri pengguna garam.
Harga jual garam dari petambak di Nunkurus berkisar antara Rp600--1.000/kg, lebih tinggi dari rata-rata harga garam di tingkat petambak yang di bawah Rp500/kg. Hasil keuntungan produksi kemudian dinikmati pihak masyarakat pemilik lahan, gereja, dan pemerintah daerah dengan mekanisme bagi hasil. Masyarakat pemilik lahan juga mendapat 10 persen dari bagi hasil tersebut.
“Kemendag terus mendorong para petani garam agar memanfaatkan Sistem Resi Gudang (SRG), termasuk para petani di Nunkurus, NTT, karena nantinya dibentuk SRG di sini. Melalui SRG, diharapkan harga garam akan relatif stabil karena petambak bisa menyimpan garam di gudang dan menjualnya pada saat yang tepat, serta memperoleh dukungan pendanaan berupa pinjaman,” ujar Mendag. (rizal/ruh)