ADVERTISEMENT

Pasal Larangan Politik Dinasti Dulu Kok Dicabut MK?

Jumat, 24 Juli 2020 06:30 WIB

Share
Pasal Larangan Politik Dinasti Dulu Kok Dicabut MK?

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

 MAJUNYA Gibran Rakabuming Raka, Bobby Nasution, Siti Nur Azizah, dalam Pilwalkot, disorot sebagai usaha membangun dinasti. Sebab, mereka adalah menantu dan anak Presiden dan Wapres. Itulah akibat pasal larangan politik dinasti di UU Pilkada dibatalkan MK.

                Dulu public enek dan dongkol melihat politik dinasti keluarga Gubernur Banten Ratu Atut Khosiah, karena ujung-ujungnya terjadi korupsi di sana-sini. Nyeseg nggak buat keluarga dinasti RatuAtut, kakak-adik sama-sama dikandangi KPK. Satu di LP Pondok Bambu, satunya lagi di LP Sukamiskin, Bandung.

Bertolak dari itulah kemudian UU Pilkada melarang politik dinasti lewat pasal7 huruf r UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang berbunyi: Warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon walikota dan calon wakil walikota adalah yang memenuhi persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Ternyata ketika digugat seseorang (2017), dikabulkan oleh MK dan dicabutlah pasal tersebut. Sejak itulah marak lagi politik dinasti. Habis bapak jadi bupati atau walikota, nanti anak atau istri yang melanjutkan. Dengan demikian jika pejabat sebelumnya punya borok-borok saat memerintah, dengan sendirinya akan ditutupi.

Sekarang dugaan politik dinasti kembali marak, dan ditembakkan langsung ke Presiden Jokowi, karena Gibran Rakabuming dan sang menantu Bobby Nasution sama-sama kepingin jadi Walikota Solo dan Medan. Wapres Ma’ruf Amin idem ditto, putrinya Siti Nur Azizah juga memperebutkan jabatan WalikotaTangsel.

Para elit politik tahu persis bahwa rakyat Indonesia masih kental rasa feodalisme-nya. Megawati, Guruh dan Puan Maharani selalu laris dalam Pemilu karena dia anak dan cucu Bung Karno. Maka ketika Gibran Rakabuming tiba-tiba ingin jadi Walikota Solo, PDIP langsung menerima dengan mengorbankan calon sebelumnya Ahmad Purnomo. Karena yang dilihat adalah, dia anak Jokowi yang Presiden RI. Coba kalau Gibran ini asli sekedar pengusaha katering dan martabak?

Begitu pula Bobby Nasution, jika dia bukan menantu Presiden Jokowi, adakah partai yang berebut mendukungnya? Misalkan yang daftar ke Pilwalkot Medan ini Bobby Muchsin-Titik Sandhora, paling-paling dijawab, “Siapa elu?”

Pakar hokum tata negara Refly Harun sempat mempertanyakan, hanya tingkat Walikota kok parpol berebut mendukungnya, lalu kalau menang kompensasinya apa? Ya mungkin saja, kalau Gibran jadi Walikota Solo, ada kader PDIP yang jadi Camat Jebres, Lurah Sondakan, atau Camat Pasar Kliwon lah. – gunarsots

ADVERTISEMENT

Reporter: Winoto
Editor: Winoto
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT