ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
UPAYA membuat efek jera pelaku korupsi sudah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menyita harta kekayaan para tersangka. Pada kasus korupsi simulator Korlantas, misalnya KPK telah menerapkan undang-undang pencucian uang dengan menyita sejumlah aset yang dimiliki terdakwa Djoko Susilo, yang diduga hasil korupsi. Langkah ini didukung melalui vonis Pengadilan Tipikor dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Begitu pun dalam kasus Angelina Sondakh alias Angie, terkait kasus korupsi Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Mahkamah Agung (MA) bahkan memvonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp500 juta. Vonis tersebut lebih tinggi dari putusan sebelumnya 4 tahun 6 bulan. Selain memperberat hukuman, MA juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar). Total uang pengganti hampir sebesar Rp40 miliar. Lantas bagaimana dengan kasus korupsi yang lain? Akankah KPK menyita harta kekayaan tersangka korupsi? Dalam kasus yang melibatkan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan terkait pengadaan alat kesehatan di tangerang Selatan, KPK merencanakan juga menerapkan Undang Undang Pencucian Uang sebagai pintu masuk untuk menyita aset tersangka. Jubir KPK, Johan Budi, menduga aset sejumlah tersangka diperoleh dari hasil korupsi. Hanya saja dugaan ini harus dibuktikan, dengan menelaah terlebih dahulu. Penelahaan ini wajib agar tidak menjadikan masalah dalam persidangan, apalagi jika sampai tidak terbukti di pengadilan. Kita tidak berharap kasus korupsi lolos di pengadilan karena kurangnya alat bukti, tetapi jangan pula karena minimnya alat bukti, upaya memiskikan koruptor menjadi kendor. Masih ada upaya lain yang bisa dilakukan, yakni dengan membayar uang pengganti sebesar uang yang dikorupsi.Boleh jadi aset sulit disita karena sudah disembunyikan atau diatasnamakan orang lain, tetapi dengan memberi ganjaran membayar uang pengganti, bisa menjadi efek jera tersendiri. Memang keputusan membayar uang pengganti harus dikuatkan dengan vonis pengadilan, tetapi jika sejak awal sudah dipersiapkan secara matang antara lembaga penegak hukum, hal tersebut tidak sulit dilakukan. Komitmen memberantas korupsi akan berjalandengan baik, jika hukuman yang diberikan membuat efek jera. Perangkat hukum untuk memiskinkan koruptor sudah cukup memadai, yakni UU No 15 Tahun 2002 dan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Melalui kedua UU tersebut, terdakwa wajib memberikan informasi harta kekayaan, sumber kekayaan serta membuktikan bahwa harta kekayaan bukan hasil korupsi. Jika tidak mampu membuktikan, peluang melakukanpenyitaan.Lolos dari penyitaan, bisa dilapis dengan memperbesar pembayaran ganti rugi. (*)
ADVERTISEMENT
Berita Terkait
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Berita Terkini
ADVERTISEMENT
0 Komentar
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT