POSKOTA.CO.ID - Di tengah kerasnya kehidupan bertani, Mbah Tupon (68 tahun), seorang petani sederhana dari Dusun Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, harus menelan pil pahit akibat menjadi korban praktik mafia tanah.
Tanah seluas 1.655 meter persegi miliknya, termasuk rumah tinggal serta rumah anak-anaknya, kini terancam dilelang oleh pihak bank akibat manipulasi hukum yang tidak pernah ia pahami.
Kasus ini bermula awal tahun 2020. Saat itu, Mbah Tupon menjual sebagian kecil tanahnya, seluas 298 meter persegi, kepada seorang pria berinisial BR dengan harga Rp1 juta.
Pada saat transaksi, Mbah Tupon masih memiliki total luas tanah sekitar 2.100 meter persegi. Proses jual beli pun berjalan sebagaimana mestinya, termasuk pengurusan pecah sertifikat.
Namun, cerita getir mulai terjadi tak lama kemudian. BR ternyata belum menyelesaikan pembayaran utangnya sebesar Rp35 juta kepada Mbah Tupon hingga memasuki tahun 2021.
Sebagai kompensasi, BR menawarkan diri membantu biaya pecah sertifikat atas sisa tanah seluas 1.655 meter persegi yang masih dikuasai Mbah Tupon.
Sertifikat tanah tersebut kemudian dipecah menjadi empat bagian, masing-masing untuk Mbah Tupon dan ketiga anaknya.
Tetapi di sinilah letak malapetaka: tanpa sepengetahuan dan tanpa pemahaman Mbah Tupon, kepemilikan tanah tersebut diam-diam dialihkan atas nama pihak ketiga, IF. Lebih parahnya lagi, IF kemudian mengagunkan tanah tersebut ke bank dengan nilai pinjaman mencapai Rp1,5 miliar.
Ketidaktahuan dan Kepercayaan yang Dikhianati
Sebagai petani yang tidak mampu membaca maupun menulis, Mbah Tupon hanya bisa mengandalkan kepercayaan kepada BR dan IF.
Ia menandatangani berbagai dokumen yang disodorkan tanpa memahami isi maupun akibat hukumnya. Sayangnya, kepercayaan itu justru berujung pada penipuan.