Sedangkan anak pribumi yang kelas ekonominya rendah dianggap tidak pantas, sehingga terjadi ketimpangan yang besar.
Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda. Tulisannya seperti "Seandainya Aku Seorang Belanda" atau yang berjudul dalam Bahasa Belanda, Als ik een Nederlander was dianggap sangat pedas oleh Pemerintah Belanda.
Saat itu kedua rekannya juga ikut memprotes pengasingan Ki Hadjar. Pada akhirnya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ikut diasingkan. Ketiga tokoh ini kemudian dikenal sebagai “Tiga Serangkai”.
Setelah kembali ke Indonesia, ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan National Onderwijs Instituut "Taman Siswa" atau Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta pada tahun 1919.
Baca Juga: 15 Ucapan Selamat Hari Pendidikan Nasional 2023, Penuh Makna dan Pesan Positif
Tiga Semboyan Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara memiliki semboyan yang selalu dirinya terapkan dalam sistem pendidikan. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani". Arti dari semboyan tersebut adalah:
1. Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik)
2. Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide)
3. Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan)
Hingga kini, semboyan pendidikan Ki Hadjar Dewantara tersebut sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia dan terus digunakan dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia.