“Pujian itu manis, kritikan itu pahit, tetapi sebagai penguat jiwa, memotivasi diri untuk meningkatkan prestasi lebih baik lagi. Dengan kritikan dapat melengkapi kekurangan, dengan kritikan pula dapat memperbaiki kekeliruan..”
-Harmoko-
Tema tersebut saya angkat sebagai pengingat agar kita tidak berlebihan menerima sanjungan dan pujian atas sebuah prestasi yang dimiliki. Tidak membuat lupa diri atas sebuah prestasi. Tidak terjerumus sanjungan yang bisa memabukkan.
Bangga atas sebuah prestasi wajib adanya sebagai bentuk rasa syukur bahwa apa yang dikerjakan dapat berjalan dan membuahkan manfaat bagi masyarakat.
Hasilnya telah dirasakan masyarakat. Hanya saja, dengan prestasi yang dimiliki tidak lantas menjadi cepat berpuas diri, lebih – lebih tinggi hati.
Sebagai pejabat publik, elite politik, hendaknya dengan prestasi yang dimiliki kian membuat rendah hati,bukan tinggi hati.
Lagi pula, mengukir prestasi bagi pejabat publik adalah kewajiban, sebagai bentuk telah menjalankan amanat rakyat. Tanpa prestasi, tak ubahnya belum merealisasikan apa yang telah dijanjikan kepada rakyat.
Lantas siapa yang mengukur prestasi?Jawabnya rakyat juga karena rakyatlah yang merasakan manfaat langsung dari sebuah kebijakan yang digulirkan.
Persepsi masyarakat dapat diukur, setidaknya diindikasikan, di antaranya melalui survei tentang tingkat kepuasan publik atas kinerja sebuah institusi pemerintahan.
Tingginya tingkat kepuasan publik atas kinerja pemerintahan ini menunjukkan bahwa program yang dijalankan telah memberi manfaat bagi masyarakat.
Kebijakan yang digulirkan direspons positif oleh masyarakat karena dinilai pro rakyat, menguntungkan dan memihak rakyat.