POSKOTA.CO.ID - Hari Puisi Nasional diperingati setiap tanggal 28 April pada setiap tahunnya sebagai salah satu simbol mengenang penyair legendaris Tanah Air, Chairil Anwar yang tewas pada 28 April 1949 silam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), puisi merupakan sajak atau ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Mengutip akun TikTok @literasirelasi pada Minggu, 27 April 2025, Chairil Anwar lahir pada 26 Juli 1922 di Medan sebelum akhirnya pindah ke Jakarta pada tahun 1940, di mana 2 tahun kemudian, tepatnya 1942 dia mulai aktif mempublikasikan karya syairnya.
Chairil sendiri dijuluki ‘Si Binatang Jalang’ dari karyanya yang berjudul ‘Aku’. Dia tercatat telah menulis sekitar 96 karya, 70 di antaranya adalah puisi.
Tema puisi yang diangkat oleh dia tidak jauh-jauh dari sosial sebab beberapa di antaranya berupa pemberontakan, kematian, individualisme, eksistensialisme, bahkan multi-interpretasi.
Penasaran dengan karya-karya dari penyair terkemuka di Indonesia ini? Berikut 5 di antaranya yang dikenal hingga saat ini.
Karya Puisi Chairil Anwar
Berikut 5 karya puisi Chairil Anwar yang tidak terlupakan, tentu bisa Anda baca dan memahami maknanya:
1. Aku (Maret 1943)
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Baca Juga: Live Streaming Sprint Race MotoGP Spanyol 2025 Tayang Sesaat Lagi, Cek Link dan Jadwalnya di Sini
2. Hukum (Maret 1943)
Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu
Seorang jerih memikul. Banyak menangkis pukul.
Bungkuk jalannya — Lesu
Pucat mukanya — Lesu
Orang menyebut satu nama jaya
Mengingat kerjanya dan jasa
Melecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pekik di angkasa: Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!
3. Sia-Sia (Februari 1943)
Penghabisan kali itu kau datang
Membawa kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan Suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu.
Lalu kita sama termanggu
Saling bertanya: apakah ini?
Cinta? Kita kedua tak mengerti
Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
4. Nisan (Oktober 1942)
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertakhta.
5. Diponegoro (Februari 1943)
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar, lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Demikian informasi yang dapat Anda simak terkait karya populer Chairil Anwar, penyair legendaris di Tanah Air.