Berbeda namun sejalan dengan Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia juga berasal dari Aceh dan aktif dalam perlawanan terhadap penjajah. Setelah suaminya, Teuku Cik Tunong, dieksekusi oleh Belanda, ia meneruskan perjuangan dengan memimpin pasukan gerilya bersama Pang Nanggroe.
Ia gugur dalam pertempuran pada tahun 1910. Keberaniannya menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya berdiri di belakang layar, tapi juga di garis depan perjuangan.

4. Dewi Sartika – Pelopor Pendidikan Perempuan Sunda
Dewi Sartika lahir pada 4 Desember 1884 di Bandung. Ia merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan di tanah Sunda. Pada tahun 1904, Dewi Sartika mendirikan “Sekolah Istri”, sekolah pertama untuk perempuan pribumi di Hindia Belanda.
Dengan tekad kuat, ia memperluas sekolahnya ke berbagai daerah. Melalui pendidikan, Dewi Sartika membuka jalan bagi perempuan untuk memiliki masa depan yang mandiri dan berdaya.

5. Maria Walanda Maramis – Tokoh Perempuan Minahasa yang Visioner
Maria Walanda Maramis lahir pada 1 Desember 1872 di Minahasa, Sulawesi Utara. Ia memperjuangkan hak-hak perempuan melalui jalur organisasi dan pendidikan.
Ia mendirikan “Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya” (PIKAT) yang fokus pada peningkatan kesejahteraan dan peran perempuan dalam masyarakat.
Melalui tulisannya di media massa, ia menyerukan pentingnya perempuan untuk terlibat dalam pembangunan bangsa, termasuk dalam bidang politik dan sosial.

6. Martha Christina Tiahahu – Pejuang Belia dari Maluku
Lahir di Nusa Laut, Maluku, pada 4 Januari 1800, Martha Christina Tiahahu sudah ikut dalam perlawanan sejak usia 17 tahun bersama ayahnya, Kapitan Paulus Tiahahu. Ia dikenal gagah berani, bahkan ikut mengangkat senjata dalam perang Pattimura melawan Belanda.
Setelah tertangkap dan diasingkan ke Jawa, ia menolak makan dan akhirnya wafat di kapal Belanda pada usia 18 tahun. Semangat juangnya tetap dikenang sebagai lambang keberanian perempuan muda.

7. Rasuna Said – Orator Ulung dan Politisi Ulama
Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 di Maninjau, Sumatra Barat. Ia aktif di bidang pendidikan dan politik. Sebagai satu-satunya perempuan dalam kelompok "Pahlawan Nasional Revolusi", Rasuna Said dikenal karena orasinya yang lantang menentang penjajahan dan ketidakadilan terhadap perempuan.
Ia sempat dipenjara oleh Belanda karena pidato-pidatonya, namun tak membuatnya gentar.