POSKOTA.CO.ID - Hevearita Gunaryanti Rahayu, mantan Wali Kota Semarang yang dikenal dengan sapaan Mbak Ita, akan segera menghadapi proses peradilan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan dirinya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan penyidikan dan melimpahkan perkara tersebut ke meja hijau.
“Benar, kasus ini sudah masuk ke tahap persidangan dan akan digelar dalam waktu dekat,” kata Haruno Patriadi, Juru Bicara Pengadilan Negeri Semarang kepada wartawan pada Senin, 14 April 2025.
Baca Juga: KPK Limpahkan Berkas Mantan Wali Kota Semarang Mbak Ita ke Kejaksaan
Setelah proses administrasi pendaftaran rampung, pengadilan dijadwalkan akan segera menetapkan majelis hakim dan agenda sidang perdana, yang rencananya digelar minggu depan.
Kasus yang menyeret nama Mbak Ita ini merupakan bagian dari tiga berkas perkara yang diterima oleh Pengadilan Tipikor di Semarang.
Dua tersangka lain yang turut terseret dalam perkara ini adalah Martono, Ketua Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional) Kota Semarang, serta Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa.
Seluruh tersangka diduga terlibat dalam praktik korupsi yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa, serta dugaan gratifikasi di lingkup Pemerintah Kota Semarang untuk tahun anggaran 2023-2024.
Berdasarkan hasil penyidikan, KPK menemukan indikasi bahwa Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, menerima suap dalam bentuk fee proyek pengadaan meja dan kursi untuk sekolah dasar yang dikelola Dinas Pendidikan Kota Semarang.
Baca Juga: Mbak Ita Wali Kota Semarang Resmi Ditahan KPK, Bersama Suami Diduga Terima Suap hingga Rp6 Miliar
Selain itu, mereka juga diduga terlibat dalam pengaturan proyek penunjukan langsung di beberapa kecamatan serta memanfaatkan posisinya untuk meminta dana dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Tak hanya itu, pasangan ini juga disinyalir melakukan pemotongan terhadap pembayaran insentif bagi sejumlah aparatur sipil negara, dengan dalih sebagai pengganti utang pribadi.
Padahal, dana tersebut berkaitan dengan insentif dari pemungutan pajak dan retribusi daerah tahun anggaran 2023-2024.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Hevearita dan suaminya menggunakan Pasal 12 huruf a, b, dan f serta Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).