POSKOTA.CO.ID - Dunia peradilan di Indonesia kembali tercoreng. Sejumlah hakim, dari level pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung, terseret dalam pusaran kasus suap yang mencoreng kredibilitas lembaga yudikatif.
Kasus-kasus ini menjadi bukti nyata bahwa mafia peradilan masih menjadi momok menakutkan dalam sistem hukum nasional.
Kasus Suap Ekspor CPO: Miliaran Rupiah Mengalir untuk Vonis Lepas
Kasus terbaru dan paling menyita perhatian datang dari perkara ekspor crude palm oil (CPO), di mana tiga hakim aktif ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Mereka diduga menerima suap hingga Rp22,5 miliar untuk memutus bebas tiga korporasi besar: Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Ketiga hakim tersebut adalah:
- Djuyamto – Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Pusat
- Agam Syarif Baharuddin – Hakim PN Jakarta Pusat
- Ali Muhtarom – Hakim Ad Hoc Tipikor PN Jakarta Pusat
Bersama mereka, turut menjadi tersangka:
- Muhammad Arif Nuryanta – Ketua PN Jakarta Selatan, yang disebut menerima uang Rp60 miliar terkait penunjukan majelis hakim
- Marcella Santoso dan Ariyanto – Kuasa hukum dari perusahaan-perusahaan terdakwa
- Wahyu Gunawan – Panitera muda dari PN Jakarta Utara
Kasus Vonis Bebas Ronald Tannur: Hakim PN Surabaya Dicokok
Pada 2024, publik dikejutkan oleh vonis bebas terhadap Ronald Tannur, terdakwa dalam kasus penganiayaan yang menewaskan Dita Aulia. Tak lama setelah putusan kontroversial tersebut, tiga hakim dari Pengadilan Negeri Surabaya ditangkap:
- Erintuah Damanik
- Mangapul
- Heru Hanindyo
Ketiganya diduga menerima suap untuk mempengaruhi putusan. Kasus ini menjadi simbol lemahnya perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dan ketidakpekaan sebagian hakim terhadap keadilan substantif.
Mahkamah Agung Tercoreng: Hakim Agung Pun Tak Luput