Pasal ini memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penindakan, pemblokiran, pemutusan, dan perlambatan akses ruang siber dengan alasan keamanan dalam negeri.
Kewenangan ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan aktivis dan pakar hukum karena berpotensi mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat di ranah digital.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian mengkritik pasal ini dengan alasan bahwa pengaturan ruang siber seharusnya berada di bawah kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Jika Polri diberikan kewenangan ini, dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih regulasi serta penyalahgunaan kewenangan dalam pengawasan dunia maya.
2. Pasal 14 ayat 1 huruf g
Pasal ini mengatur bahwa Polri bertugas mengoordinasi, mengawasi, dan melakukan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), penyidik lain yang ditetapkan oleh undang-undang, serta bentuk pengamanan swakarsa.
Jika diterapkan, aturan ini akan memberikan Polri wewenang yang sangat luas dalam ranah investigasi dan penegakan hukum.
Masyarakat sipil menganggap ketentuan ini sebagai bentuk pelebaran kewenangan berlebihan, yang bisa menjadikan Polri sebagai "investigator superbody" dengan kontrol terlalu besar terhadap proses penyelidikan di berbagai sektor.
Hal ini juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan di bidang penegakan hukum.
Baca Juga: Habis RUU TNI, Kini Terbitlah RUU Polri, Netizen: Mengerikan!
3. Pasal 16A
Dalam pasal ini, Polri diberikan kewenangan untuk menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelijen Keamanan (Intelkam) sebagai bagian dari kebijakan nasional.
Pengaturan ini menimbulkan kekhawatiran karena dapat memperluas peran Polri di ranah intelijen, bahkan melampaui lembaga yang sudah lebih dulu memiliki tugas serupa, seperti Badan Intelijen Negara (BIN), BSSN, dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Jika kewenangan ini diberikan, Polri bisa memiliki akses dan kontrol yang lebih besar dalam urusan intelijen tanpa adanya mekanisme pengawasan yang ketat.