Resmi Disahkan Jadi Undang-Undang, Ini Daftar Pasal Kontroversial di RUU TNI

Kamis 20 Mar 2025, 15:16 WIB
Ketua DPR RI, Puan Maharani, resmi sahkan RUU TNI jadi Undang-Undang. (Sumber: YouTube/TV Parlemen)

Ketua DPR RI, Puan Maharani, resmi sahkan RUU TNI jadi Undang-Undang. (Sumber: YouTube/TV Parlemen)

POSKOTA.CO.ID - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akhirnya resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis, 20 Maret 2025 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.

Pengesahan RUU ini menjadi sorotan publik karena memuat sejumlah pasal yang dinilai kontroversial.

Rapat paripurna ini dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang didampingi oleh beberapa Wakil Ketua DPR, di antaranya Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.

Turut hadir pula sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, serta Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.

Baca Juga: Resmi Disahkan Jadi UU, Inilah Daftar Pasal Kontroversial RUU TNI

Salah satu poin utama yang diatur dalam revisi ini adalah penambahan kewenangan TNI dalam operasi militer selain perang serta pelibatan TNI aktif di sejumlah kementerian dan lembaga negara.

Perubahan ini memicu perdebatan lantaran dianggap berpotensi memperluas cakupan peran militer dalam ranah sipil, yang sebelumnya dibatasi secara ketat.

Perubahan signifikan pertama terdapat pada Pasal 7, yang menambahkan dua tugas baru bagi TNI dalam operasi militer selain perang.

Sebelumnya, TNI memiliki 14 tugas dalam konteks ini, namun dengan pengesahan UU terbaru, jumlah tersebut bertambah menjadi 16 tugas.

Pasal 7

Adapun dua tugas baru yang diamanatkan dalam pasal tersebut meliputi:

  • Membantu menanggulangi ancaman siber, yang sejalan dengan perkembangan ancaman dunia maya yang kian meningkat.
  • Melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri, yang dianggap penting untuk merespons situasi darurat yang melibatkan WNI di luar negeri.

Sementara itu, 14 tugas lainnya tetap dipertahankan, seperti penanganan aksi terorisme, pemberontakan bersenjata, pengamanan objek vital nasional, hingga pemberian bantuan kemanusiaan dalam bencana alam.

Baca Juga: Ini Poin-Poin dalam RUU TNI yang Disahkan DPR RI Hari Ini 20 Maret 2025

Pasal 47

Tak kalah kontroversial, perubahan juga terjadi pada Pasal 47 yang mengatur tentang penempatan personel TNI aktif di jabatan sipil.

Sebelumnya, hanya ada 10 posisi yang bisa diisi oleh anggota TNI aktif, namun kini jumlahnya bertambah menjadi 14. Empat lembaga tambahan yang dapat diisi oleh TNI aktif meliputi:

  • Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
  • Badan Penanggulangan Bencana
  • Badan Penanggulangan Terorisme
  • Badan Keamanan Laut

Selain itu, posisi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer di Kejaksaan Agung juga kini dapat diisi oleh TNI aktif, memperluas peran militer dalam penegakan hukum sipil.

Pengesahan UU ini menimbulkan beragam reaksi dari berbagai kalangan.

Sebagian pihak mendukung langkah ini dengan alasan memperkuat sinergi antara TNI dan lembaga negara dalam menghadapi ancaman modern seperti kejahatan siber dan terorisme.

Namun, tidak sedikit yang mengkritik perubahan ini sebagai bentuk militerisasi lembaga sipil yang berpotensi mengikis prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi.

Baca Juga: RUU TNI Sah Menjadi Undang-Undang, YLBHI: Matinya Supremasi Sipil dan Demokrasi di Indonesia

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa RUU TNI mengedepankan supremasi sipil.

Selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah berdialog dengan koalisi masyarakat sipil.

Bahkan, katanya, sudah ada kesepakatan mengedepankan supremasi sipil. Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, tujuannya yakni dalam RUU TNI tidak ada dwifungsi TNI.

"Kami pada terakhir kali melakukan dialog dengan koalisi masyarakat sipil," tegasnya.

Kami juga sudah sepakat sama-sama bahwa kami mengedepankan supremasi sipil supaya kemudian sama-sama meyakini bahwa dalam RUU TNI ini tidak ada kembalinya dwifungsi TNI," lanjut Sufmi Dasco Ahmad.

Berita Terkait

News Update