Namun, kemampuan teknis dan administratif tentu berbeda dengan kemampuan tempur dan taktis. Seorang tentara yang terlatih dalam strategi perang belum tentu memiliki keahlian dalam administrasi hukum, ekonomi, atau sektor lain yang menjadi ranah sipil.
Selain itu, jika memang kualitas SDM militer lebih baik, mengapa mereka tidak difokuskan untuk meningkatkan pertahanan negara saja? Kenapa harus masuk ke institusi seperti Mahkamah Agung atau Kejaksaan Agung yang jelas memiliki mekanisme rekrutmen tersendiri?
Baca Juga: Revisi RUU TNI Tuai Kritik: Berikut Isi Pasal yang Menjadi Kontroversi, Simak Penjelasan Lengkapnya
Perlukah Militer Berperan di Ranah Sipil?
Pada akhirnya, pertanyaan besar yang harus dijawab adalah: Apakah ini benar-benar demi kepentingan negara, atau hanya cara lain untuk memperluas pengaruh militer?
Jika tujuan utamanya adalah memperkuat birokrasi sipil, maka cara yang lebih logis adalah memperbaiki sistem rekrutmen, pelatihan, dan manajemen SDM sipil, bukan dengan melibatkan militer dalam urusan yang bukan ranahnya.
Peran militer harus tetap berada di sektor pertahanan dan keamanan negara. Memperluas kewenangan mereka ke ranah sipil bukan hanya berisiko menciptakan tumpang tindih kewenangan, tetapi juga mengancam prinsip demokrasi dan reformasi yang telah diperjuangkan sejak era Reformasi.