Namun, konsep dwi fungsi tidak hanya terbatas pada politik praktis. Sepanjang militer memiliki peran di luar tugas pertahanan, baik itu dalam aspek pemerintahan, hukum, atau kebijakan sipil, tetap ada tumpang tindih kewenangan dengan institusi lain.
Kontroversi Revisi UU TNI
Revisi UU TNI yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi militer.
Koalisi Masyarakat Sipil berpendapat bahwa kebijakan ini melanggar prinsip profesionalisme militer dan berpotensi menciptakan loyalitas ganda.
Mereka menekankan bahwa militer seharusnya tidak terlibat dalam politik atau pemerintahan sipil karena tugas utama mereka adalah pertahanan negara.
Memperlebar Peran Militer di Ranah Sipil: Solusi atau Masalah?
Akun @Evening_Eve tersebut menjelaskan Salah satu justifikasi utama dari perluasan peran militer di ranah sipil adalah untuk meringankan beban sumber daya manusia di kementerian dan lembaga negara.
"Koreksi kalo aku salah. Mungkin di sini ada yg lebih paham. Tapi dwi fungsi militer itu ga sebatas terlibat dalam politik praktis ga, sih? Sepemahamanku, dwi fungsi militer itu pada dasarnya memiliki peran ganda: sebagai aktor pertahanan dan aktor dalam kehidupan sipil" ujarnya
Namun, jika memang kebutuhan SDM menjadi permasalahan, bukankah rekrutmen CPNS dan reformasi birokrasi menjadi solusi yang lebih masuk akal ketimbang menarik personel militer?
Berikut beberapa dampak yang mungkin terjadi jika militer diberikan peran lebih luas di ranah sipil:
- Tumpang Tindih Kewenangan
- Kewenangan antara militer dan institusi sipil menjadi kabur.
- Polisi sebagai aparat keamanan dalam negeri bisa kehilangan fungsi utamanya jika tugas mereka juga diambil alih oleh militer.
- Kemunduran Reformasi TNI
- Reformasi pasca-1998 bertujuan untuk memastikan militer tidak lagi terlibat dalam urusan sipil.
- Perluasan peran ini bisa dianggap sebagai bentuk lain dari kembalinya dwi fungsi dengan kemasan baru.
- Kurangnya Akuntabilitas
- Militer memiliki sistem hukum sendiri (peradilan militer), berbeda dengan aparatur sipil negara.
- Jika terjadi penyimpangan, proses penegakan hukum bisa menjadi lebih sulit.
Kelemahan Landasan Filosofis dan Yuridis
Selain dampak praktis, kebijakan ini juga dipertanyakan dari segi landasan filosofis dan yuridisnya. Sebuah kebijakan idealnya didasarkan pada kajian akademik yang kuat.
namun dokumen akademik yang mengiringi kebijakan ini terkesan kurang berbasis data dan fakta, lebih seperti asumsi belaka bahwa militer perlu turun tangan di sektor sipil.
Jika memang ada urgensi, mengapa tidak dilakukan kajian mendalam terlebih dahulu?
Apakah SDM Militer Lebih Berkualitas?
Salah satu argumen yang sering muncul adalah bahwa personel militer memiliki kedisiplinan dan etos kerja tinggi, sehingga dianggap mampu berkontribusi lebih baik dalam birokrasi.