Ia juga menulis, Masjid Angke, yang kini lebih dikenal sebagai Masjid Al-Anwar, didirikan oleh seorang wanita keturunan Cina kaya yang menikah dengan seorang pria dari Banten.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Jakarta masih menghadapi berbagai gejolak perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dari serangan Belanda.
Di kompleks Masjid Al-Anwar, para pemuda sering mengadakan pertemuan rahasia guna mengoordinasikan strategi perlawanan terhadap Belanda.
Para ulama juga menggunakan khotbah sebagai sarana untuk membakar semangat perjuangan. Masjid ini bahkan dijadikan tempat penggemblengan para pejuang bangsa.
Dari tempat yang tersembunyi, strategi perlawanan disusun secara rapi sehingga Belanda tidak dapat mencium kegiatan mereka. Berkat kerahasiaan yang terjaga, masjid ini selamat dari serbuan tentara Belanda.
Dalam kondisi penuh ketegangan tersebut, Masjid Angke tetap menjalankan perannya sebagai pusat perjuangan, benteng iman, dan ketakwaan umat Islam dalam menghadapi penindasan penjajah.