Sejak muda, Hasto telah menunjukkan ketertarikan pada politik dan organisasi. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Yogyakarta, ia melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1985.
Selama masa kuliah, ia aktif dalam berbagai organisasi mahasiswa hingga akhirnya dipercaya menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik UGM.
Pendidikan formalnya tidak berhenti di situ. Ia melanjutkan studi pascasarjana di STIE Prasetya Mulya Business School pada periode 1997-2000, sebelum akhirnya meraih gelar doktor di bidang Ilmu Pertahanan dari Universitas Pertahanan, Bogor, pada 2022.
Disertasinya yang berjudul “Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara” menjadi salah satu kontribusi akademiknya terhadap kajian geopolitik Indonesia.
Baca Juga: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Resmi Ditahan KPK, Pakai Rompi Oranye
Perjalanan Karier di Dunia Politik
Usai menamatkan pendidikan di UGM pada 1991, Hasto memulai karier di PT Rekayasa Industri, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang rekayasa dan konstruksi.
Selama lebih dari satu dekade, ia terlibat dalam berbagai proyek strategis nasional, termasuk pengembangan pabrik ammonia, industri kelapa sawit, serta studi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Kariernya di perusahaan ini berakhir pada 2002 dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Divisi Agroindustri.
Namun, panggilan politik tampaknya lebih kuat dalam hidupnya. Karier politik Hasto dimulai dari posisi yang cukup rendah, yakni sebagai “tukang ketik” dalam rapat-rapat partai. Namun, dedikasi dan kecerdasannya membuatnya terus naik ke jenjang yang lebih tinggi.
Pada Pemilu 2004, ia berhasil terpilih sebagai anggota DPR RI mewakili Jawa Timur dan ditempatkan di Komisi VI yang membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, dan koperasi.
Selama menjadi anggota dewan, Hasto berperan aktif dalam pembentukan berbagai kebijakan penting, termasuk Undang-Undang Penanaman Modal tahun 2007 dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tahun 2008.
Ia juga dikenal sebagai salah satu pengusul hak angket terhadap berbagai isu nasional, seperti penolakan impor beras dan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Perannya dalam partai semakin menonjol setelah ia dipercaya menjadi Wakil Sekjen PDIP. Kemudian, pada 2014, ia diangkat sebagai Sekjen PDIP menggantikan Tjahjo Kumolo yang saat itu ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri. Kepemimpinannya dikukuhkan dalam Kongres IV PDIP pada 2015.