“Perlu diingat, tidak semua pujian itu tulus. Dan tidak semua kritik menjatuhkan. Acapkali di dalam pujian terselip sindiran, dan kritik itu malah memotivasi diri. Yang pasti, perlu kesadaran untuk mengevaluasi diri sejauh mana yang sudah kita jalani, sebesar apa yang sudah kita lakukan,”
-Harmoko-
Tak sedikit yang menafsirkan bahwa kritik itu bagaikan vitamin. Ada yang menyebut bahwa kritik itu 'obat kuat’ penambah semangat memperbaiki diri meraih prestasi lebih baik lagi. Kritik juga sebagai pengawal jiwa kita untuk senantiasa menapaki jalan yang benar.
Idiom ini berlaku, jika kritikan dilakukan demi perbaikan, penuh kasih sayang, didasari atas keinginan untuk memajukan, bukan memundurkan.
Tidak dilandasi karena ketidaksukaan, dendam dan terlebih kebencian. Bukan pula kritikan yang bertujuan untuk menjatuhkan. Meski dalam sejarah, belum ada seseorang penguasa yang jatuh karena kritikan.
Di sisi lain, kritikan tidak bisa terhindarkan. Setiap orang tak lepas dari kritikan. mengingat tiada kesempurnaan di dunia ini baik sebagai makhluk individu maupun sosial. Dan, karena kehidupan sosial itulah, maka hadir kritikan.
Karenanya kritikan hendaknya disikapi sebagai bentuk kepedulian untuk saling mengisi dan melengkapi baik kekurangan maupun kelebihan.
Dalam negara demokrasi kritikan adalah keniscayaan. Negara kita yang menganut Demokrasi Pancasila, senantiasa mengembangkan sikap saling mengoreksi, saling mengingatkan dengan penuh ketulusan dan kejujuran untuk kebaikan dan kemajuan bersama.
Budaya saling mengoreksi yang penuh etika perlu kita jaga dan rawat bersama sebagai jati diri bangsa yang sudah ada dan diterapkan sejak dulu kala oleh para leluhur kita, sebelum negeri ini berdiri.
Patut diingat juga, semakin tinggi pangkat dan jabatan, akan semakin deras arus kritikan yang dialamatkan. Ibarat pohon yang semakin tinggi, terpaan angin akan bertambah kencang.
Hanya saja, angin tidak berhembus menggoyangkan pepohonan, melainkan menguji kekuatan akarnya.
Yang diperlukan sekarang adalah kritik konstruktif, kritik membangun, bukan asal kritik untuk memperkuat eksistensi bahwa dirinya bersikap kritis terhadap segala persoalan untuk memajukan bangsa, demi kepentingan rakyat.
Karena itu, seperti telah disebutkan, kritikan harus dilandasi dengan kejujuran dan ketulusan demi perbaikan, bukan sebatas mencari-cari kekurangan dan kesalahan.
Kritikan didasarkan kepada kepentingan umum. Didasarkan atas fakta, dengan disertai data, bukan sebatas retorika atau "asal bicara" . Hendaknya kritik diri diri sendiri, sebelum mengkritik orang lain.
Di era digital sekarang ini, dengan euforia media sosial, setiap orang dengan mudahnya bisa menyampaikan kritik.
Tetapi melalui media apa pun, hendaknya kritik disampaikan secara santun, penuh etika dan adat budaya. Orang bebas melakukan kritik, tetapi bukannya tanpa batas sebagaimana termaktub dalam uraian pasal 28 UUD 1945.
Kritik dianggap baik dan konstruktif, jika :
Pertama, adanya niat untuk perbaikan, bukan menebar keburukan.
Kedua, disertai alasan yang jelas, mengapa kritik perlu disampaikan
Ketiga, kritik bukan didasari oleh emosi, iri, marah dan dendam serta fitnah.
Keempat, jauhkan kritik dari urusan pribadi.
Kelima, kritik bukan untuk menjatuhkan seseorang, tetapi justru membangun orang lain menjadi kuat dan semangat.
Itulah etika dalam menyampaikan kritikan. Lantas bagaimana merespons kritikan? Jawabnya cukup beragam. Masing – masing memiliki sikap dalam merespons kritikan, tentu berdasarkan argumen, data dan fakta yang ada.
Tetapi, bijak dan legowo menerima kritikan dari siapapun datangnya, menjadi alternatif rujukan yang acap diajarkan para leluhur kita. Cermati pesan yang hendak disampaikan, bukan dengan melihat orang yang menyampaikan.
Mereka memberi kritikan karena memperhatikan kita yang telah melakukan pekerjaan besar dan penting bagi rakyat. Telah teruji kebijakan yang digulirkan sangat dinanti karena memberi banyak manfaat bagi rakyat.
Dapat dikatakan, orang menerima banyak kritikan karena telah melakukan pekerjaan besar bagi kesejahteraan rakyat. Beda dengan orang tanpa ada kritikan, karena tidak melakukan apa – apa. Lantas apa yang mau dikritik, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Perlu diingat, tidak semua pujian itu tulus. Dan tidak semua kritik menjatuhkan. Acapkali di dalam pujian terselip sindiran, dan kritik itu malah memotivasi diri.
Yang pasti, perlu kesadaran untuk mengevaluasi diri sejauh mana yang sudah kita jalani, sebesar apa yang sudah kita lakukan. Publik pun paham betul, apa yang telah kita lakukan untuk rakyat. (Azisoko).