Baca Juga: Rumah Digusur, Warga Kampung Tongkol Dalam Tak Ditawari Pindah ke Rusun Tongkol
Sementara, untuk penghuni rusun biasa atau umum yang tidak masuk program pemerintah, hanya diberikan menyewa rusun maksimal enam tahun.
"Kalau masyarakat umum 3 kali SP, jadi hanya 6 tahun. Tadi kan saya sudah sampaikan, itu sudah masuk di revisi Pergub 111. Tapi saat ini kami belum bisa berlakukan karena belum ada aturannya," ucap Meli.
Diurai Meli, langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa rusun disewa oleh masyarakat yang memang benar-benar membutuhkan. Dalam hal ini masyarakat berpenghasilan rendah.
"Ya, karena kan orang tinggal di rusun, itu bukan untuk selamanya. Bukan untuk warisan juga, tidak bisa diturunkan. Kalau masyarakat terprogram, itu bisa turunkan ke anaknya. Kalau masyarakat umum, paling misalkan suami meninggal ke istrinya, tapi ke anak nggak boleh. Revisi Pergub pun ada disitu," jelas dia.
"Jadi masyarakat umum boleh dialihkan ke siapa saja, hanya ke pasangannya, ke anak tidak boleh. Kalau masyarakat terprogram, bisa dialihkan ke anak, tapi tarifnya sudah tarif umum. Nantinya seperti itu diatur," tambahnya.
Alasan ketiga, yaitu mencegah masyarakat berpenghasilan tinggi tetap tinggal di rusun.
Meli menjelaskkan, pihaknya bakal menerapkan setelah Pergub tersebut resmi diteken. Nantinya masyarakat berpenghasilan tinggi tidak lagi diperbolehkan menyewa rusun.
Baca Juga: Pemkot Tangerang Siapkan Rusun Cipta Griya Khusus Masyarakat Berpenghasilan Rendah
"Pergub terbit, setelah itu 6 tahun ke depan, 10 tahun ke depan. Tapi tadi saya bilang, setiap 2 tahun dievaluasi. Ternyata dia ekonominya baik, apalagi kalau pekerja formal, mana struk gajinya, mana pemotongan pajaknya. Kami kan bisa lihat penghasilannya," tuturnya.
"Kalau sudah di atas Rp 7,4 juta, ya sudah tidak diizinkan lagi, tinggal dirusun," sambung Meli.