"Tujuh pekerja lainnya berstatus sebagai saksi karena mereka hanya bekerja berdasarkan gaji bulanan sebesar Rp5 juta dari tersangka MJ," ungkapnya.
Menurut Donny, aktivitas ilegal itu sudah melakukan lima kali produksi sejak 2023 hingga Januari 2025. Selama beroperasi, mereka telah mengirim empat kali pengiriman balok timah ke luar negeri, diduga Korea Selatan.
"Jika dihitung dari lima kali produksi, potensi kerugian negara akibat aktivitas ilegal ini mencapai sekitar Rp10,038 miliar," beber Donny.
Donny memastikan, pihaknya masih menelusuri pihak-pihak lain yang terlibat dalam jaringan ini, termasuk sumber pasir timah. Bahkan, pihaknya juga telah mengidentifikasi pengirim pasir timah dari Bangka Belitung itu.
Ia meyakini, balok timah itu bukan kasus tunggal, tetapi masih ada jaringan lain yang terlibat.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 161 jo Pasal 35 ayat (3) huruf c dan g, Pasal 104, atau Pasal 105 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.