POSKOTA.CO.ID – Dikenal sebagai tokoh yang memperjuangkan toleransi dan pluralisme, Presiden ke-4 Republik Indonesia, sosok Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tetap dikenang hingga kini.
Selain itu, meski berstatus sebagai pemuka agama dengan basis masa NU, namun namanya melekat dengan etnis Tionghoa.
Oleh karena itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tengah mengusulkan agar Gus Dur diberi gelar Pahlawan Nasional. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Fraksi PKB MPR RI, Neng Eem Marhamah Zulfa.
Dia menegaskan, perjuangan Gus Dur telah sejalan dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah.
Warisan Gus Dur untuk Etnis Tionghoa
Salah satu warisannya adalah pencabutan larangan perayaan Imlek di Indonesia yang telah diberlakukan di Indonesia sejak era Orde Baru.
Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 yang membuka ruang bagi etnis Tionghoa untuk kembali merayakan tradisi mereka secara bebas.
Berkat keputusan ini, perayaan Imlek kembali diakui secara resmi hingga ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Keluarnya Keppres tersebut tak pelak menjadi tonggak penting dalam perjalanan demokrasi dan keberagaman di Indonesia.
Baca Juga: Kehadiran Istri Gus Dur Pada Acara PPP Berbuntut Panjang
"Keppres Nomor 6 Tahun 2000 yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid menunjukkan bahwa Gus Dur adalah tokoh yang memperjuangkan pluralisme dan toleransi di Indonesia," katanya di Jakarta, Rabu 29 Januari 2025.
Sebelumnya, pada 25 September 2024 MPR RI telah mencabut TAP MPR RI Nomor II/MPR/2001 tentang Pemberhentian Gus Dur sebagai Presiden RI.
Hal ini menjadi simbol rekonsiliasi sejarah dan penghormatan terhadap jasa Gus Dur yang telah memimpin bangsa ini.
Pada masa Orde Baru, etnis Tionghoa mengalami diskriminasi, termasuk dengan adanya pelarangan perayaan Imlek.
Baca Juga: Ketum PPP: Gus Dur Bapak Demokrasi dan Pluralisme
Gus Dur melihatnya sebagai bentuk ketidakadilan. Kemudian dia mengambil langkah berani dengan mencabut aturan yang melarang perayaan budaya dan agama Tionghoa di Indonesia.
Tak hanya itu, Gus Dur juga mengakui Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia. Ini merupakan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah dilakukan.
Dengan langkah ini, dia memberikan kebebasan kepada umat Konghucu untuk menjalankan ibadahnya secara terbuka.
Kebijakan lain dari Gus Dur adalah penghapusan istilah "pribumi" dan "nonpribumi" dalam kehidupan sosial dan administrasi pemerintahan.
Baca Juga: Mobil Penziarah Gus Dur Masuk Jurang, Seorang Tewas
Padahal, istilah tersebut selama bertahun-tahun menjadi sumber diskriminasi bagi kelompok tertentu di Indonesia.
Sebenarnya, Yenny Wahid salah seorang putri Gus Dur mengungkapkan bahwa keluarga tidak pernah meminta gelar pahlawan nasional secara formal.
Namun, pihak kelularga tetap menghargai pihak-pihak yang mengusulkan gelar tersebut, termasuk Presiden Prabowo Subianto.