AM mengaku, dirinya dan para warga lainnya sudah puluhan tahun tinggal dan menggarap lahan tersebut. Jadi ia dan penduduk lain tidak rela diusir dari wilayah itu.
"Kami sudah puluhan tahun tinggal di sini hingga kami sudah punya anak, cucu, kami tidak rela pihak perusahaan bertindak semena-mena mengusir kami dari sini," katanya.
Menurut AM, lahan milik negara yang ditempati warga dan dijadikan ladang pertanian diperkirakan seluas 52 hektare.
Surat Garapan dari Pemerintah
Menurut dia, warga yang berprofesi sebagai petani kecil yang memanfaatkan lahan negara ini telah mendapatkan surat garapan dari tahun 1970 dari pemerintah desa setempat.
"Kami juga punya salinan surat garapan dari desa sejak tahun 1970," ujarnya.
Baca Juga: Pemprov DKI Akan Manfaatkan Lahan Kolong Tol, Antisipasi Kembali Dipakai Hunian
Selain sekarang terancam diusir, AM juga mengaku pernah mendapat ancaman dan teror dari pihak perusahan yang akan menggusur tempat tinggalnya tersebut.
"Tahun 2023 lalu saya ditakut-takutin, rumah saya mau didoser," ucapnya.
Meski adanya dugaan ancaman berupa penggusuran, AM dan 30 kepala keluarga (KK) lainnya akan bertahan di tempat yang sudah berpuluh tahun mereka tempati tersebut.
"Abah (sebut dirinya-red) teu narima, Abah dan warga lainnya akan tetap bertahan jeung ngalawan (saya tidak terima, saya dan warga lainnya akan melawan)," tegasnya.
Warga lainnya yang juga enggan disebutkan nama lengkapnya, AS menuturkan, pihak perusahaan saat ini sudah menggusur beberapa lahan garapan warga tanpa adanya pemberitahuan dan musyawarah dengan warga setempat.
"Lahan itu informasinya akan diubah dari pertanian menjadi tambak udang. Dan penggusuran yang dilakukan pihak perusahaan tidak ada pemberitahuan, tiba-tiba datang saja alat berat," bebernya.