“Hendaknya perusahaan menyiapkan fasilitas kesehatan untuk menjaga kebugaran peserta serta memiliki skema aging management atau manajemen pekerja senior yang lebih efektif,” ucapnya.
Jusuf juga menjelaskan dampak terkait kebijakan ini, utamanya bagi generasi muda. Kendati demikian, ia menyampaikan jika pemerintah harus menambah lapangan pekerjaan untuk mencegah peningkatan angka pengangguran dan memanfaatkan bonus demografi yang ada.
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk memperketat aturan penggunaan tenaga asing, di mana dimungkinkan pekerja asing bekerja di bidang-bidang yang memungkinkan alih teknologi dan pengetahuan, bukan bekerja sebagai tenaga kasar.
“Dalam pergantian generasi di tempat kerja, generasi muda mendapat jatah kesempatan atau peluang bekerja yang lebih sempit alias terbatas karena tertundanya usia pensiun. Pemerintah harus mampu membuka lapangan kerja seluas mungkin, agar jumlah pengangguran tidak meningkat,” ujar Jusuf.
“Kesempatan kerja semua jenis pekerjaan harus diutamakan bagi pekerja nasional atau lokal, bukan tenaga kerja asing,” sambungnya.
Baca Juga: Usia Pensiun Resmi Naik Jadi 59 Tahun di Tahun 2025, Apa Untung Ruginya Bagi Pekerja?
Kapan Manfaat dari Kebijakan Ini Dirasakan Pekerja?
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI JSK) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Indah Anggoro Putri menjelaskan bahwa kenaikan usia pensiun bagi pekerja belaku secara otomatis sesuai dengan PP 45/2015.
Dalam PP tersebut, pekerja mulai dapat menerima manfaat jaminan pensiun, bukan pada saat usia berhenti bekerja dari perusahaan sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan, melainkan saat usia mencapai 59 tahun.
Senada dengan Indah, Jusuf yang mengatakan pekerja yang berusia 59 tahun di 2025 ini mulai menerima manfaat pensiun dari program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun bagi pekerja berusia 58 tahun di 2025 baru akan pensiun dan menerima manfaatnya di tahun berikutnya yaitu 2026.