Pesta Seks Nyeleneh Bermunculan, Pengamat: Kontrol Sosial Melemah

Sabtu 11 Jan 2025, 02:19 WIB
Tersangka pelaku seks menyimpang sekaligus pengelola situs porno, IG, 39 tahun saat gelar perkara di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Januari 2025. (Sumber: Poskota/Ali Mansur)

Tersangka pelaku seks menyimpang sekaligus pengelola situs porno, IG, 39 tahun saat gelar perkara di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Januari 2025. (Sumber: Poskota/Ali Mansur)

POSKOTA.CO.ID - Pesta seks bukan isu baru di kota-kota besar di Indonesia, khusus di Jakarta. Berbagai macam pesta seks nyeleneh mulai dari bertukar pasangan atau swinger hingga melibatkan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) semuanya ada di Jakarta.

Terakhir, Polda Metro Jaya baru saja mengungkap kasus pesta seks swinger yang digelar Jakarta dan Bali.

Pengamat sosial Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Habdy Lubis, menilai penyebab maraknya kegiatan pesta seks di Jakarta akibat melemahnya kontrol sosial yang harusnya dilakukan oleh pemerintah, tokoh masyarakat dan juga tokoh agama.

Karena memang penyimpangan seksual bukan delik yang bisa diproses hukum tanpa adanya unsur pidana yang menyertai.

Baca Juga: Bakal Rilis! Bocoran Spesifikasi Samsung Galaxy A56, Bawa Chip Exynos 180 dengan RAM Hingga 12 GB

"Artinya ada kegagalan dalam kontrol sosial yang harusnya dilakukan oleh katakan norma agama, norma susila dan seterusnya. Jadi kontrol itu sudah mulai lepas mulai ada semacam permisivitas dari publik kita," ujar Rissalwan saat dihubungi, Jumat, 10 Januari 2025.

Karena itu, kata Rissalwan, untuk meminimalisir aksi-aksi asusila itu, yang perlu dilakukan warga Jakarta dan rakyat Indonesia utamanya adalah meningkatkan kepedulian untuk saling menegur, hal yang tidak pantas.

Kemudian yang paling pertama bertanggungjawab atau wajib memberikan teguran adalah keluarga.

"Kalau kita pakai perspektif ekologi sosial yang Bronfenbrenner itu salah satunya yang paling tanggung jawabnya itu keluarga. Jadi Keluarga itu harus saling jaga, pasangan, anak keluarga inti," ungkap Rissalwan.

Baca Juga: 3 Hal yang Membantu Pekerja agar Tenang Saat Memasuki Masa Pensiun

Setelah keluarga, kata Rissalwan, lingkungan baik tempat kerja, kampus, sekolahan dan lainnya juga harus saling mengingatkan.

Karena itu di kampus atau tempat kerja perlu adanya kegiatan keagamaan dan pastinya tidak hanya satu agama, menyesuaikan kepercayaan yang ada dalam lingkungan tersebut.

"Jadi agama itu harus nilai-nilai kebaikan yang mengontrol manusia. Karena manusia itu beda dengan hewan dan itu harus terus diingatkan," ucap Rissalwan.

Selain itu, Rissalwan mengutip teori kepribadian Sigmund Freud yang menjelaskan, bahwa kepribadian seseorang bisa terbentuk dari pertentangan tiga komponen, yaitu id, ego, dan super ego pada masing-masing individu.

Baca Juga: Akun Facebook Anda Tidak Bisa Memberikan Komentar dan Like? Cek Cara Mengatasinya di Sini

Dijelaskan, ego adalah keadaan sadar, id adalah insting hewan atau bersifat buas, dan super ego adalah kerangka moral atau etika. 

"Tekanan dan stress di perkotaan membuat orang akhirnya butuh menghidupkan fantasi dia di sisi ID-nya, di sisi insting kehewanannya," ungkap Rissalwan.

Karena itu, kata Rissalwan, untuk menekan ID-nya seseorang harus meningkatkan sisi super ego-nya. Karena super ego beroperasi sebagai kesadaran moral, dan ego adalah bagian yang memediasi antara keinginan dari id dan super ego pada masing-masing individu.

Berita Terkait

News Update