POSKOTA.CO.ID - Pada awal 2025, pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Langkah ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kementerian Keuangan menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, keputusan ini menuai protes dari masyarakat yang khawatir akan dampaknya terhadap kondisi ekonomi mereka.
Dalam petisi yang dibuat oleh kelompok Bareng Warga, mereka mendesak Presiden untuk membatalkan rencana ini. Sejak dimulai pada 19 November 2024, petisi ini terus mendapatkan dukungan luas.
Masyarakat berpendapat bahwa kenaikan PPN akan meningkatkan harga barang kebutuhan pokok, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Di tengah situasi ekonomi yang belum stabil, banyak pihak merasa bahwa kebijakan ini akan memperberat beban hidup mereka.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2024, jumlah pengangguran di Indonesia masih mencapai 4,91 juta orang.
Sementara itu, Upah Minimum Provinsi (UMP) yang menjadi acuan pendapatan dianggap belum mencukupi untuk kebutuhan hidup layak.
Sejak Mei 2024, daya beli masyarakat juga dilaporkan terus menurun, memperburuk situasi ekonomi secara keseluruhan.
Kenaikan tarif PPN dinilai dapat semakin menekan daya beli masyarakat. Dampaknya, tidak hanya memengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok, tetapi juga kemampuan membayar cicilan utang, termasuk pinjaman online yang marak digunakan oleh masyarakat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kenaikan PPN adalah bagian dari langkah untuk menyeimbangkan fiskal negara.
Meski demikian, masyarakat berharap pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih berpihak kepada rakyat.
Petisi online yang menolak kebijakan ini menjadi salah satu cara masyarakat menyuarakan aspirasi. Dengan menandatangani petisi, warga berharap suara mereka didengar, dan pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih sensitif terhadap situasi ekonomi yang sedang sulit.
Langkah ini mencerminkan keresahan masyarakat terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada mereka. Mereka menginginkan fokus pemerintah diarahkan pada pemulihan ekonomi yang lebih inklusif, peningkatan daya beli, dan penciptaan kebijakan yang meringankan beban rakyat.
Bagi Anda yang ingin berpartisipasi, petisi penolakan PPN 12 persen dapat diakses melalui tautan yang telah disediakan. Langkah kecil ini diharapkan dapat membawa perubahan besar demi kesejahteraan bersama.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.